LINGKUNGAN GEOGRAFI
(makalah)
Oleh
Muji Desy Susanty
(1123031020)
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Lingkungan Geografi.
Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang
telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini. Hingga makalah ini
tersusun dengan rapi.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran atau
kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik.
Bandar Lampung, Juni 2012
Muji
Desy Susanty
NPM
1123031020
GEOGRAFI LINGKUNGAN DALAM RUANG LINGKUP GEOGRAFI
1.
Pengertian Geografi dan Geografi Lingkungan
Sebelum mendefinisikan geografi lingkungan (environmental
geography), sangat berguna untuk memandang terlebih dulu konsep geografi
secara umum. Salah satu kesalahan konsep yang umum terjadi adalah memandang
geografi sebagai studi yang sederhana tentang nama-nama suatu tempat. Implikasi
dari pemahaman seperti itu menyebakan terjadinya reduksi terhadap hakekat
geografi. Geografi menjadi pengetahuan untuk menghafalkan tempat-tempat dimuka
bumi, sehingga bidang ini menjadi kurang bermakna untuk kehidupan. Geografi
sering juga dipandanng identik dengan kartografi atau membuat peta. Dalam
prakteknya sering terjadi para geograf sangat trampil dalam membaca dan
memahami peta, tetapi tidak tepat jika kegiatan membuat peta sebagai
profesinya.
Kata
geografi berasal dari geo=bumi, dan graphein=mencitra. Ungkapan itu pertama
kali disitir oleh Eratosthenes yang mengemukakan kata “geografika”. Kata itu
berakar dari geo=bumi dan graphika=lukisan atau tulisan. Jadi kata geographika
dalam bahasa Yunani, berarti lukisan tentang bumi atau tulisan tentang bumi.
Istilah geografi juga dikenal dalam berbagai bahasa, seperti geography
(Inggris), geographie (Prancis), die geographie/die erdkunde (Jerman),
geografie/ aardrijkskunde (Belanda) dan geographike (Yunani).
Bertahun-tahun
manusia telah berusaha untuk mengenali lingkungan di permukaan bumi. Pengenalan
itu diawali dengan mengunjungi tempat-tempat secara langsung di muka bumi, dan
berikutnya menggunakan peralatan dan teknologi yang makin maju. Sejalan dengan
pengenalan itu pemikiran manusia tentang lingkungan terus berkembang,
pengertian geografi juga mengalami perubahan dan perkembangan. Pengertian
geografi bukan sekedar tulisan tentang bumi, tetapi telah menjadi ilmu
pengetahuan tersendiri disamping bidang ilmu pengetahuan lainnya. Geografi
telah berkembang dari bentuk cerita tentang suatu wilayah dengan penduduknya
menjadi bidang ilmu pengetahuan yan memiliki obyek studi, metode, prinsip, dan
konsep-konsep sendiri sehingga mendapat tempat ditengah-tengah ilmu lainnya.
Berkaitan
dengan kemajuan itu, konsep geografi juga mengalami perkembangan. Ekblaw dan
Mulkerne mengemukakan, bahwa geografi merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari bumi dan kehidupannnya, mempengaruhi pandangan hidup kita, makanan
yang kita konsumsi, pakaian yang kita gunakan, rumah yang kita huni dan tempat
rekreasi yang kita nikmati.
Bintarto
(1977) mengemukakan, bahwa geografi adalah ilmu pengetahuan yang mencitra,
menerangkan sifat bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk serta mempelajari
corak khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur bumi dalam
ruang dan waktu.
Hasil semlok peningkatan kualitas
pengajaran geografi di Semarang (1988) merumuskan, bahwa geografi adalah ilmu
yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang
kewilayahan atau kelingkungan dalam konteks keruangan.
James mengemukakan geografi
berkaitan dengan sistem keruangan, ruang yang menempati permukaan bumi.
Geografi selalu berkaiatan dengan hubungan timbal balik antara manusia dan
habitatnya.
Berdasarkan
telaah terhadap konsep tersebut penulis berpendapat, bahwa geografi merupakan
studi yang mempelajari fenomena alam dan manusia dan keterkaitan keduanya di
permukaan bumi dengan menggunakan pendekatan keruangan, kelingkungan, dan
kompleks wilayah. Dalam pengertian itu beberapa aspek yang esensial, yaitu (1)
adanya hubungan timbal balik antara unsur alam dan manusia(reciprocal). (2)
Hubungan itu dapat bersifat interelatif, interaktif, dan intergratif sesuai
dengan konteksnya. (3) cara memadang hubungan itu berisifat keruangan.
Berdasarkan
konsep tersebut, studi Geografi bekaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut
ini.
o Where is it?
o
Why
is it there?
o
So
what?
Dalam kata yang lain, Geografi
mempelajari penyebaran keruangan dari sesuatu (bahasa, kegiatan ekonomi,
pencemaran, rote transportasi, tanah, iklim, dan dan fenomena lainnya) untuk
menemukan mengapa fenomena itu menyebar sebagaimana adanya. Geografi
selanjutnya mencoba untuk menggambarkan terjadinya distribusi itu, dan dengan
pemahaman itu dapat mengusulkan pemecahan masalah yang terjadi.
Preston
James mencoba untuk memecahkan pertanyaan apakah geografi dengan memberikan
batasan geografi menjadi empat tradisi utama, yaitu:
1.
The
spatial tradition
Geographers have long been concerned with mapping and the
spatial arrangement of things. Some geographers were developing statistical methods
to improve both the description and analysis of such spatial patterns (James).
Because this trend was not without its critics, the James article is often seen
as a fence-mending effort within the discipline.
2.
The
area studies tradition
Geographers such as Reclus and Humboldt were famous for
their exhaustive descriptions of places. Even today, many geographers develop
an expertise in the study of one or two regions. Typically, geographers will
learn the language or langauges spoken in the region being studied and they
will develop an understanding of both the natural physical features and of the
human activities and patterns. The goal is to become an expert on the region as
it is and to study specific problems or questions about the region.
3.
The
man-land tradition
Beginning with George Perkins Marsh in the middle of the
nineteenth century, geographers have sought to understand how the natural
environment either determines or constrains human behavior and how humans, in
turn, modify the physical world around them. Given the inherent sexism of this
title, most geographers would now use the term “human-environment” to describe
this tradition.
4.
The
Earth sciences tradition
Many geography programs in the United States emerged from
geology departments, and the connection between the disciplines remains strong.
Most geographers — even if they focus on human geography — receive some
training in such physical geography areas landforms, climate, soils, and the
distribution of plants.
Keberadaan
geografi lingkungan tak terlepas dari masalah lingkungan, khsususnya hubungan
antara pertumbuhan penduduk, konsumsi sumberdaya, dan peningkatan intensitas
masalah akibat ekploitasi sumberdaya yang berlebihan. Geografi lingkungan dapat
memberikan kombinasi yang kuat perangkat konseptual untuk memahami masalah
lingkungan yang kompleks.
Geografi
lingkungan cenderung pada geografi manusia atau intergrasi geografi manusia dan
fisik dalam memahami perubahan lingkungan global. Geografi lingkungan
menggunakan pendekatan holistik. Geografi lingkungan melibatkan beberapa aspek
hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan. Untuk memahami
masalah-masalah lingkungan tidak mungkin tanpa pemahaman proses ekonomi,
budaya, demografi yang mengarah pada konsumsi sumberdaya yang meningkat dan
generasi yang merosot. Kebanyakan proses tersebut kompleks dan tranasional.
Solusi potensial hanya dengan memahami fungsi siklus biokimia (sirkulasi air,
karbon, nitrogen, dan sebagainya) dan juga teknologi yang digunakan manusia
untuk campur tangan pada siklus itu.
Atas
dasar perspektif tersebut, dapat disarkan bahwa geografi lingkungan merupakan
ilmu pengetahuan yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan fenomena alam
(fisis) maupun manusia di permukaan bumi. (Environmental geography is the
scientific study ot the location and spatial variation in both physical and
human phenomena of Earth) (James Hayes-Bohanan).
2. Obyek Geografi
Setiap
disiplin ilmu memilki obyek yang menjadi bidang kajiannya. Obyek bidang ilmu
tersebut berupa obyek matrial dan obyek formal. Obyek material berkaitan dengan
substansi materi yang dikaji, sedangkan obyek formal berkaitan dengan
pendekatan (cara pandang) yang digunakan dalam menganalisis substansi (obyek
material) tersebut.
Pada
obyek material, antara bidang ilmu yang satu dengan bidang ilmu yang lain dapat
memiliki substansi obyek yang sama atau hampir sama.Obyek material ilmu
geografi adalah fenomena geosfer, yang meliputi litosfer, hidrosfer, atmosfer,
biosfer, dan antroposfer. Obyek materal itu juga menjadi bidang kajian bagi
disiplin ilmu lain, seperti geologi, hidrologi, biologi, fisika, kimia, dan
disiplin ilmu lain. Sebagai contoh obyek material tanah atau batuan. Obyek itu
juga menjadi bidang kajian bagi geologi, agronomi, fisika, dan kimia.
Oleh karena itu untuk membedakan
disiplin ilmu yang satu dengan disiplin ilmu yang lain dapat dilakukan dengan
menelaah obyek formalnya. Obyek formal geografi berupa pendekatan (cara
pandang) yang digunakan dalam memahami obyek material. Dalam konteks itu
geografi memilki pendekatan spesifik yang membedakan dengan ilmu-ilmu lain.
Pendekatan spesifik itu dikenal dengan pendekatan keruangan(spatial
approach). Selain pendekatan keruangan tersebut dalam geografi juga
dikenali adanya pendekatan kelingkungan (ecological approach),dan
pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach).
3. Prinsip Geografi
Prinsip
merupakan dasar yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan suatu
fenomena atau masalah yang terjadi. Prinsip juga berfungsi sebagai
pegangan/pedoman dasar dalam memahami fenomena itu. Dengan prinsip yang
dimiliki, gejala atau permasalahan yang terjadi secara umum dapat dijelaskan
dan dipahami karakteristik yang dimilikinya dan keterkaitan dengan fenomena
atau permasalahan lain.
Setiap
bidang ilmu memiliki prinsip sendiri-sendiri. Ada kemungkinan satu atau
beberapa prinsip bidang ilmu itu memiliki kesamaan dengan prinsip bidang ilmu
yang lain, tetapi juga ada kemungkinan berbeda sama sekali. Dalam bidang
geografi dikenali sejumlah prinsip, yaitu: prinsip penyebaran, prinsip
interelasi, prinsip deskripsi dan prinsip korologi.
1.
Prinsip
Penyebaran
Dalam
prinsip ini fenomena atau masalah alam dan manusia tersebar di permukaan bumi.
Penyebaran fenomena atau permasalahan itu tidak merata. Fenomena sumber air
tentu tidak dijumpai di semua tempat. Demikian pula permasalahan pencemaran air
juga tidak dijumpai disemua sungai atau laut.
2.
Prinsip
Interelasi
Fenomena
atau permasalahan alam dan manusia saling terjadi keterkaitan antara aspek yang
satu dengan aspek yang lainnya. Keterkaitan itu dapat terjadi antara aspek
fenomena alam dengan aspek fenomena alam lain, atau fenomena aspek manusia
dengan aspek fenomena manusia. Fenomena banjir yang terjadi di wilayah hilir
terjadi karena kerusakan hutan di bagian hulu. Kerusakan hutan alam itu dapat
terjadi karena perilaku menusia. Perilaku manusia yang demikian terjadi karena
kesadaran terhadap fungsi hutan yang rendah.
3.
Prinsip
Deskripsi
Fenomena
alam dan manusia memiliki saling keterkaiatan. Keterkaitan antara aspek alam
(lingkungan) dan aspek manusia itu dapat dideskripsikan. Pendiskripsian itu
melalui fakta, gejala dan masalah, sebab-akibat, secara kualitatif maupun
kuantitatif dengan bantuan peta, grafik, diagram, dll.
4.
Prinsip
Korologi
Prinsip
korologi merupakan prinsip keterpaduan antara prinsip penyebaran, interelasi
dan deskripsi. Fenomena atau masalah alam dan manusia dikaji penyebarannya,
interelasinya, dan interaksinya dalam satu ruang. Kondisi ruang itu akan
memberikan corak pada kesatuan gejala, kesatuan fungsi dan kesatuan bentuk.
4.
Konsep Esensial Geografi
Konsep
merupakan pengertian yang menunjuk pada sesuatu. Konsep esensial suatu bidang
ilmu merupakan pengertian-pengertian untuk mengungkapan atau menggambaran corak
abstrak fenomena esensial dari obyek material bidang kajian suatu ilmu. Oleh
karena itu konsep dasar merupakan elemen yang penting dalam memahami fenomena
yang terjadi.
Dalam
geografi dikenali sejumlah konsep esensial sebagai berikut.
Menurut Whiple ada lima konsep
esensial, yaitu:
1.
bumi
sebagai planet
2.
variasi
cara hidup
3.
variasi
wilayah alamiah
4.
makna
wilayah bagi manusia
5.
pentingnya
lokasi dalam memahami peristiwa dunia
Dalam
mengungkapkan konsep geografi itu harus selalu dihubungkan dengan
penyebarannya, relasinya, fungsinya, bentuknya, proses terjadinya, dan lain-lain
sebagainya. Sebagai contoh ungkapan konsep “variasi cara hidup” setidaknya
harus terabstraksikan mata pencaharian penduduk, proses terbentuknya mata
pencaharian itu, penyebaran mata pencaharian itu, jumlah penduduk yang bekerja
pada masing-masing mata pencaharian itu, dan dinamika mata pencaharian itu.
Menurut J Warman ada lima belas
konsep esensial, yaitu:
1.
wilayah
atau regional
2.
lapisan
hidup atau biosfer
3.
manusia
sebagai faktor ekologi dominan
4.
globalisme
atau bumi sebagai planet
5.
interaksi
keruangan
6.
hubungan
areal
7.
persamaan
areal
8.
perbedaan
areal
9.
keunikan
areal
10. persebaran areal
11. lokasi relatif
12. keunggulan komparatif
13. perubahan yang terus menerus
14. sumberdaya dibatasi secara budaya
15. bumi bundar diatas kertas yang datar
atau peta
Dengan
menggunakan konsep-konsep tersebut dapat diungkapkan berbagai gejala dan
berbagai masalah yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Penggunaan konsep itu
akan memudahkan pemahaman terhadap sebab akibat, hubungan, fungsi, proses
terjadinya gejala dan masalah sehari-hari. Selanjutnya dari kenyataan itu
dikembangkan menjadi satu abstraksi, disusun model-model atau teori berkaitan
dengan gejala, masalah dan fakta yang dihadapi. Jika ada satu masalah dapat
dicoba disusun model alternatif pemecahannya. Sedangkan jika yang dihadapi suatu
kenyaan kehidupan yang perlu ditingkatkan tarapnya, maka dapat disusun model
dan pola pengembangan kehidupan itu. Dari berbagai konsep itu dapat disusun
suatu kaidah yang tingkatnya tinggi dan berlaku secara umum yang disebut
generalisasi.
5.
Ruang Lingkup Geografi
Studi
geografi mencakup analisis gejala manusia dan gejala alam. Dalam studi itu
dilakukan analisis persebaran-interelasi-interaksi fenomena atau masalah dalam
suatu ruang.
Menurut
Rhoad Murphey ruang lingkup geografi sebagai berikut. (1) distribusi dan
hubungan timbal balik antara manusia di permukaan bumi dengan aspek-aspek
keruangan permukiman penduduk dan kegunaan dari bumi. (2) hubungan timbal balik
antara masyarakat dengan lingkungan fisiknya sebagai bagian studi perbedaan
area. (3) kerangka kerja regional dan analisis wilayah secara spesifik.
Berdasarkan
uraian tersebut terlihat, bahwa ruang lingkup geografi tidak terlepas dari
aspek alamiah dan aspek insaniah yang menjadi obyek studinya. Aspek itu
diungkapkan dalam satu ruang berdasarkan prinsip-prinsip penyebarannya,
relasinya, dan korologinya. Selanjutnya prinsip relasi diterapkan untuk
menganalisis hubungan antara masyarakat manusia dengan lingkungan alamnya yang
dapat mengungkapkan perbedaan arealnya, dan penyebaran dalam ruang. Akhirnya
prinsip, penyebaran, dan korologi pada studi geografi dapat mengungkapkan
karakteristik suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya sehingga
terungkap adanya region-region yang berbeda satu sama lain.
Untuk
mengunkanpan fenomena atau permasalahan yang terjadi digunakan
pertanyaan-pertanyaan geografi. Untuk pertanyaan what? Geografi dapat
menunjukkan fenomena apa yang terjadi? Untuk pertanyaan when, geografi dapat
menunjukkan kapan peristiwa itu terjadi. Untuk pertanyaan where? Geografi dapat
menunjukkan lokasi terjadinya peristiwa. Untuk pertanyaan why? Geografi dapat
menunjukkan relasi-interelasi-interaksi-integrasi gejala-gejala itu sebagai
faktor yang tidak terlepas satu sama lain. Untuk pertanyaan how? Geografi dapat
menunjukkan kualaitas dan kuantitas gejala dan interelasi/interaksi
gejala-gejala tadi dalam ruang yang bersangkutan.
6.
Hakekat Geografi
Untuk
mendapat konsep yang lebih mendalam dalam uraian berikut akan dibahas hakekat
geografi. Menurut Karl Ritter bahwa geografi mempelajari bumi sebagai tempat
tinggal manusia. Dalam konsep itu, sebagai tempat tinggal manusia berkenaan
dengan ruang yang memiliki struktur, pola, dan proses yang terbentuk oleh
aktivitas manusia.
Selain
itu konsep “tempat tinggal manusia” tidak hanya terbatas pada permukaan bumi
yang ditempati oleh manusia, tetapi juga wilayah-wilayah permukaan bumi yang
tidak dihuni oleh manusia sepanjang tempat itu penting artinya bagi kehidupan
manusia.
Bertitik
tolak pada pemikiran itu studi geografi meliputi segala fenomena yang terdapat
dipermukaan bumi, baik alam organik maupun alam anorganik yang ada hubungannya
dengan kehidupan manusia. gejala organik dan anorganik itu dianalisis
peyebarannya, perkembangannya, interelasinya, dan interaksinya.
Sebagai
suatu bidang ilmu, geografi selalu melihat fenomena dalam konteks ruang secara
keseluruhan. Gejala dalam ruang diperhatikan secara seksama. Perhatian itu
dilakukan dengan selalu mengkaji faktor alam dan faktor manusia, dan
keterkaitan keduanya yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang
bersangkutan. Gejala – interelasi- interaksi – integrasi keruangan menjadi
hakekat kerangka kerja utama geografi. Kerangka analisisnya selalu menggunakan
pertanyaan geografi.
7.
Klasifikasi dan Cabang-Cabang Geografi
Disiplin
ilmu geografi memiliki cakupan obyek yang luas. Obyek itu mencakup fenomena
alam dan manusia, dan keterkaitan antar keduanya.Untuk mempelajari obyek yang
demikian luas tumbuh cabang-cabang geografi yang dapat memberikan analisis
secara mendalam terhadap obyek yang dipelajarinya. Cabang-cabang ilmu geografi
dapat dirinci sebagai berikut.
Menurut Huntington, geografi terbagi
empat cabang, yaitu:
1.
Geografi
Fisik yang mempelajari faktor fisik alam
2.
Pitogeografi
yang mempelajari tanaman
3.
Zoogeografi
yang mempelajarai hewan
4.
Antropogeografi
yang mempelajari manusia.
Menurut Muller dan Rinner,
cabang-cabang geografi terdiri atas:
1.
Geografi
Fisik yang terdari atas geografi matematika, geografi tanah dan hidrologi,
klimatologi, geografi mineral dan sumberdaya, geografi tanaman, dan geografi
tata guna lahan
2.
Geografi
Manusia meliputi geografi budaya (geografi penduduk, geografi sosial, dan
geografi kota), Geografi ekonomi (geografi pertanian, geografi transportasi dan
komunikasi) geografi politik
3.
Geografi
regional
Menurut
Hagget, cabang geografi dapat diuraikan sebagai berikut.
1.
Geografi
fisik merupakan cabang geografi yang mempelajari gejala fisik di permukaan
bumi. Gejala fisik itu terdiri atas tanah, air, udara dengan segala prosesnya.
Bidang kajian dalam geografi fisik adalah gejala alamiah di permukaan bumi yang
menjadi lingkungan hidup manusia. Oleh karena itu keberadaan cabang ilmu ini
tidak dapat dipisahkan dengan mansuia.
2.
Geografi
manusia merupakan cabang geografi yang obyek kajiannya keruangan manusia.
Aspek-aspek yang dikaji dalam cabang ini termaasuk kependudukan, aktivitas
manusia yang meliputi aktivitas ekonomi, aktivitas politik, aktivitas sosial
dan aktivitas budayanya. Dalam melakukan studi aspek kemanusiaan, geografi
manusia terbagi dalam cabang-cabang geografi penduduk, geografi ekonomi,
geografi politik, geografi permukiman dan geografi sosial.
3.
Geografi
penduduk merupakan cabang geografi manusia yang obyek studinya keruangan
penduduk. Obyek studi ini meliputi penyebaran, densitas, perbandingan jenis
kelamin penduduk dari suatu wilayah.
4.
Geografi
Ekonomi merupakan cabang geografi manusia yang bidang kajiannya berupa struktur
keruangan aktivitas ekonomi. Titik berat kajiannya pada aspek keruangan
struktur ekonomi masyarakat, termasuk bidang pertanian, industri, perdagangan,
transportasi, komunikasi, jasa, dan sebagainya. Dalam analisisnya, faktor
lingkungan alam ditinjau sebagai faktor pendukung dan penghambat struktur
aktivitas ekonomi penduduk. Geografi ekonomi mencakup geografi pertanian,
geografi industri, geografi perdagangan, geografi transportasi dan komunikasi.
5.
Geografi
Politik merupakan cabang geografi manusia yang bidang kajiannya adalah aspek
keruangan pemerintahan atau kenegaraan yang meliputi hubungan regional dan
internasional, pemerintahan atau kenegaraan dipermukaan bumi. Dalam geografi
politik, lingkungan geografi dijadikan sebagain dasar perkembangan dan hubungan
kenegaraan. Bidang kajian geografi politik relatif luas, seperti aspek
keruangan, aspek politik, aspek hubungan regional, dan internasional.
6.
Geografi
permukiman adalah cabang geografi yang obyek studinya berkaitan dengan
perkembangan permukimam di suatu wilayah permukaan bumi. Aspek yang dibahas
adalah kapan suatu wilayah dihuni manusia, bagaimana bentuk permukimannya,
faktor apa yang mempengaruhi perkembangan dan pola permukiman.
7.
Geografi
Regional merupakan diskripsi yang menyeluruh antara aspek manusia dan aspek
alam (lingkungan). Fokus kajiannya adalah interelasi, interaksi dan integrasi
antara aspek alam dan manusia dalam suatu ruang tertentu.
Dalam
pengkajian gejala dan masalah geografi harus selalu terpadu. Walaupun geografi
fisik mengkaji aspek fisik, tetapi selalu mengkaitkannya dengan aspek manusia
dalam suatu “ruang”. Sebaliknya geografi manusia selalu mengkaitkan dirinya
dengan aspek-aspek fisik geografi. Geografi akan kehilangan “jati dirinya” jika
tidak terjadi konsep keterpaduan.
Dalam
tataran sistematika tersebut, geografi lingkungan merupakan bagian dari
geografi regional. Karena, dalam perspektif bidang ini memberi tekanan pada hubungan
antara manusia dengan lingkungannya sehingga terlihat karakteristk lingkungan
di wilayah tersebut.
8.
Pendekatan-Pendekatan Geografi
Geografi
merupakan pengetahuan yang mempelajarai fenomena geosfer dengan menggunakan
pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah. Berdasarkan definisi
geografi tersebut ada dua hal penting yang perlu dipahami, yaitu:
1.
Obyek
studi geografi (Obyek studi geografi adalah fenomena geosfere yang meliputi
litosfere, hidrosfera, biosfera, atmosfera, dan antrophosfera), dan
2.
Pendekatan
geografi
Mendasarkan pada obyek material ini,
geografi belum dapat menunjukan jati dirinya. Sebab, disiplin ilmu lain juga
memiliki obyek yang sama. Perbedaan geografi dengan disiplin ilmu lain terletak
pada pendekatannya. Sejalan dengan hal itu Hagget (1983) mengemukakan tiga
pendekatan, yaitu:
1.
pendekatan
keruangan,
2.
pendekatan
kelingkungan, dan
3.
pendekatan
kompleks wilayah
Pendekatan
Keruangan.
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau
kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan.
Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial
structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial
processess) (Yunus, 1997).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan
kenampakan strutkur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan
dengan elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan
dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features), (2)
kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal
features).
Kerangka
kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada permasalahan susunan
elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu dilakukan dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
1.
What?
Struktur ruang apa itu?
2.
Where?
Dimana struktur ruang tesebut berada?
3.
When?
Kapan struktur ruang tersebut terbentuk sperti itu?
4.
Why?
Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?
5.
How?
Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu?
6.
Who
suffers what dan who benefits whats? Bagaimana struktur
Keruangan
tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan manusia. Dampak
positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan dengan
kepentingan manusia pada saat ini dan akan datang.
Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen
pembentuk ruang. Fenomena titik, garis, dan areal memiliki kedudukan
sendiri-sendiri, baik secara implisit maupun eksplisit dalam hal agihan
keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern,
random pattern, regular pattern, dan cluster linier pattern untuk
kenampakan-kenampakan titik dapat diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985; Yunus,
1989).
Kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang
memanjang (linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape
pattern), kenampakan membulat (rounded pattern), empat persegi
panjang(rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus shape
pattern), kenampakan bintang (star shape pattern), dan beberapa
gabungan dari beberapa yang ada. Keenam bentuk pertanyaan geografi dimuka
selalu disertakan dalam setiap analisisnya.
Proses
keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dana ruang.
Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu terkait dengan dengan
dimensi kewaktuan (temporal dimension). Dalam hal ini minimal harus ada dua
titik waktu yang digunakan sebagai dasar analisis terhadap fenomena yang
dipelajari.
Kerangka analisis pendekatan
keruangan dapat dicontohkan sebagai berikut.
“….belakangan
sering dijumpai banjir dan tanah longsor. Bencana itu terjadi di kawasan hulu
sungai Konto Pujon Malang. Bagaimana memecahkan permasalahan tersebut dengan
menggunakan pendekatan keruangan?
Untuk
itu diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam tentang kondisi alam dan
masyarakat di wilayah hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap pertama perlu
dilihat struktur, pola, dan proses keruangan kawasan hulu sungai Konto
tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi fenomena/obyek-obyek yang
terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah itu, pada tahap kedua dapat
dilakukan zonasi wilayah berdasarkan kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu
akan menghasilkan zona-zona berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak
curam, agak landai, landai, dan datar. Berikut pada tahap ketiga ditentukan
pemanfaatan zona tersebut untuk keperluan yang tepat. Zona mana yang digunakan
untuk konservasi, penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi
kesalahan dalam pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah langsung dapat
dicegah, dan bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman pertanian
pada zona yang sesuai.
Studi
fisik demikian saja masih belum cukup. Karakteristik penduduk di wilayah hulu
sungai Konto itu juga perlu dipelajari. Misalnya jenis mata pencahariannya,
tingkat pendidikannya, ketrampilan yang dimiliki, dan kebiasaan-kebiasaan
mereka. Informasi itu dapat digunakan untuk pengembangan kawasan yang terbaik
yang berbasis masyarakat setempat. Jenis tanaman apa yang perlu ditanam,
bagaimana cara penanamannya, pemeliharaannya, dan pemanfaatannya. Dengan
pendekatan itu terlihat interelasi, interaksi, dan intergrasi antara kondisi
alam dan manusia di situ untuk memecahkan permasalahan banjir dan tanah
longsor.
b.
Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach).
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi
pada eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu
dengan varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka
analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan
alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena yang didalamnya
terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan manusia. (2) perilaku
manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta
kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan
geografi sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu
lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan
fenomena (phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua
aspek, yaitu pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua
aspek penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan
budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan
nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah
perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan
fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan manusia dan fenomena
alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup penempatan urutan lingkungan dan
manusia sebagai agen perubahan lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk
dan proses organik termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.
Studi
mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer tertentu pada
wilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang kemudian diangap
sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam pertanyaan geografi
tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis geografi. Sistematika tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan
kelingkungan dapat dicontohkan sebagai berikut.
Masalah
yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon Malang. Untuk
mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali dengan tindakan
sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi fisik di lokasi tempat terjadinya
banjir dan tanah longsor. Dalam identifikasi itu juga perlu dilakukan secara
mendalam, termasuk mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan
hewan yang hidup di lokasi itu. (2) mengidentifikasi gagasan, sikap dan
perilaku masyarakat setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut. (3)
mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya). (4) menganalisis hubungan
antara sistem budidaya dengan hasil dan dampak yang ditimbulkan. (5) mencari
alternatif pemecahan atas permasalahan yang terjadi.
Dalam
geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat peran yang penting untuk
memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena geosfer dapat
dipahami secara holistik sehingga pemecahan terhadap masalah yang timbul juga
dapat dikonsepsikan secara baik
.
c.
Pendekatan Kompleks Wilayah
Permasalahan
yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya melibatkan elemen di wilayah itu. Permasalahan
itu terkait dengan elemen di wilayah lain, sehingga keterkaitan antar wilayah
tidak dapat dihindarkan. Selain itu, setiap masalah tidak disebabkan oleh
faktor tunggal. Faktor determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada
kebutuhan memberikan analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan
secara lebih luas dan kompleks pula.
Untuk
menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif dengan menggunakan
pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu merupakan kombinasi antara pendekatan
yang pertama dan pendekatan yang kedua. Oleh karena sorotan wilayahnya sebagai
obyek bersifat multivariate, maka kajian bersifat hirisontal dan vertikal.
Kajian horisontal merupakan analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan
kajian yang bersifat vertikal menekankan pada aspek kelingkungan. Adanya
perbedaan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain telah menciptakan
hubungan fungsional antara unit-unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah,
sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan yang
multivariate juga.
Kerangka umum analisis pendekatan
kompleks wilayah dapat dicontohkan sebagai berikut.
Permasalahan
yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan masalah urbanisasi. Masalah itu
merupakan masalah yang kompleks, melibatkan dua wilayah, yaitu wilayah desa dan
kota. Untuk memecahkan masalah itu dapat dilakukan dengan langkah sebagai
berikut.
1.
menerapkan
pendekatan keruangan, seperti dicontohkan pada pendekatan pertama
2.
menerapkan
pendekatan kelingkungan, sebagaimana dicontohkan pada pendekatan kedua
3. menganalisis keterkaitan antara
faktor-faktor di wilayah desa dengan di kota
9.
Paradigma dalam Geografi
Pengertian
paradigma secara komprehensif yaitu merupakan kesamaan pandang keilmuan yang
didalamnya tercakup asumsi-asumsi, prosedur-prosedur dan penemuan-penemuan yang
diterima oleh sekelompok ilmuan dan secara berbarengan menentukan corak/pola
kegiatan ilmiah yang tetap. Selain itu, paradigma juga diartikan sebagai
keseluruhan kumpulan (konstelasi) kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik)
dan sebagainya yang dianut warga suatu komunitas tertentu.
Menurut
Harvey dan Holly pengertian paradigma dibedakan atas tiga macam pengertian
yaitu:
1.
Paradigma
Metafisika atau metaparadigm yang
menggambarkan pandangan secara global keseluruhan sebuah ilmu, dimana mempunyai
fungsi dasar yaitu, menetapkan apa saja yang sebenarnya (dan yang bukan )
menjadi urusan masyarakat ilmiah tertentu, memberi petunjuk kepada ilmuwan
kearah mana melihat (dan arah mana yang tidak usah dilihat) agar menemukan
apa-apa yang sebenarnya menjadi urusannya, serta memberi petunjuk kepada
ilmuwan apa yang dapat diharapkan untuk ditemukan jika ia mendapatkan dan
menyelidiki apa-apa yang sebenarnya menjadi urusan dalam bidang
ilmunya.Paradigma ini mencakup wilayah konsensus paling luas dalam suatu
disiplin dan menetapkan bagian-bagian wilayah penelitian.
2.
Paradigma
Sosiologis,
pengertiannya hanya terbatas pada keberhasilan ilmiah yang konkret yang
mendapat pengakuan secara universal.
3.
Paradigma
Artefak atau Construct
paradigm mengandung artian paling sempit, yang dapat berarti apa-apa
yang secara khas (spesifik) termuat dalam suatu buku, instrumen ataupun hasil
karya pengetahuan klasik. Secara konseptual paradigma Artefak ada dalam lingkup
cakupan paradigma Sosiologis, dan paradigma Sosiologis ada dalam lingkup
cakupan Metaparadigm.
Dari
segi ini ternyata geografi sosial sebagai ilmu telah mengalami berbagai periode
perkembangannya. Masing-masing periode menunjukkan kesamaan karakter persepsi
terhadap apa yang disebut sebagai suatu Paradigma.
Contoh paradigma dalam geografi
sosial antara lain yaitu :
1. Paradigma Determinisme lingkungan
yang dikembangkan oleh Ratzel
2.
Paradigma
atau faham Posibilitis sekaligus sebagai salah satu pengembang paradigma
regional yang dikembangkan oleh Vidal
3.
Paradigma
Bentang alam budaya yang juga menerapkan pendekatan kesejahteraan yang
dikembangkan oleh Saver
4.
Paradigma
Regional di Amerika yang dikembangkan oleh Hatshorne
5.
Paradigma
Keruangan yang dikembangkan oleh Schaefer yang merupakan penganut positivisme
ilmu
Sebenarnya
perkembangan keilmuan yang terjadi pada ilmu pengetahuan bersifat evolutif dan
berjalan melalui kurun waktu yang relatif panjang sehingga
perkembangan-perkembangan yang telah berkembang sebelumnya, sejalan dengan perkembangan
kualitas ilmu pengetahuan beserta alat-alat bantu penelitian dan analisisnya.
10. Periode Perkembangan Paradigma-paradigma Tradisional
Pada
masa paradigma tradisional muncul 3 macam paradigma dalam studi geografi.
Secara garis besarnya dimulai sebelum tahun 1960-an, antara lain:
1.
Paradigma
Eksplorasi
2.
Paradigma
Environmentalisme
3.
Paradigma
Regionalisme
Masing-masing
paradigma ini menunjukkan sifat-sifatnya sendiri dan produknya yang merupakan
pencerminan perkembangan suatu tuntutan kehidupan serta pencerminan
perkembangan teknologi penelitian serta analisis yang ada.
a.
Paradigma eksplorasi
Menunjukkan
proses perkembangan awal dari pada “geographical thought” yang pernah dikenal
arsipnya. Kekuasaan paradigma ekplorasi ini terlihat dari upaya pemetaan-pemetaan,
penggambaran-penggambaran tempat-tempat baru yang belum banyak diketahui dan
pengumpulan fakta-fakta baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan
tempat-tempat baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta
dasar yang berhubungan dengan daerah-daerah baru. Dari kegiatan inilah kemudian
muncul tulisan-tulisan atau gambaran-gambaran, peta-peta daerah baru yang
sangat menarik dan menumbuhkan motivasi yang kuat bagi para peneliti untuk
lebih menyempurnakan produk yang sudah ada, baik berupa tulisan maupun
peta-petanya.
Penemuan-penemuan daerah baru yang sebelumnya belum banyak
dikenal oleh masyarakat barat mulai bermunculan pada saat itu. Sifat dari pada
produk yang dihasilkan berupa deskriptif dan klasifikasi daerah baru beserta
fakta-fakta lapangannya. Suatu hal yang mencolok adalah sangat terbatasnya
latar belakang teoritis yang mendasari penelitian-penelitian yang dilaksanakan.
Inilah sebabnya ada beberapa pihak yang menganggap bahwa untuk menyebut
perkembangan “geographical thought” atau pikiran/ gagasan
secara geografi sebagai suatu deskripsi sederhana tentang apa yang diketahui
dan dihasilkan dari pengaturan (ordering) dan klasifikasi (classification) data
yang masih sangat sederhana.
b.
Paradigma Environmentalisme
Paradigma ini muncul sebagai perkembangan selanjutnya dari
metode terdahulu. Pentingnya sajian yang lebih akurat dan detail telah menuntut
peneliti-peneliti pada masa ini untuk melakukan pengukuran-pengukuran lebih
mendalam lagi mengenai elemen-elemen lingkungan fisik dimana kehidupan manusia
berlangsung. Paradigma ini terlihat mencuat pada akhir abad sembilan belas,
dimana pendapat mengenai peranan yang besar dari “lingkungan fisik” terhadap
pola-pola kegiatan manusia di permukaan bumi bergaung begitu lantang (geographical
determinism). Bahkan, sampai pertengahan abad dua puluh saja, ide-ide ini
masih terasa gemanya.
Bentuk-bentuk
analisis morfometrik dan analisis sebab-akibat mulai banyak dilakukan. Dalam
beberapa hal “morphometric analysis” pada taraf mula ini berakar pada
“cognitive description”dimana pengembangan sistem geometris, keruangan dan
koordinat yang dikerjakan telah membuahkan sistematisasi dan klasifikasi data
yang lebih lengkap, akurat dibandingkan dengan tehnik-tehnik terdahulu.
Muncul
analisis newtwork untuk mempelajari pola dan bentuk-bentuk kota misalnya,
merupakan salah satu contohnya dan kemudian sampai batas-batas tertentu dapat
digunakan untuk membuat prediksi (model-model prediksi)dan simulasi. Untuk ini,
karya Walter Christaller (1993) merupakan contoh yang baik. Upaya untuk
menjelaskan terkondisinya fenomena-fenomena tertentu, khususnya “human
phenomena” oleh elemen-elemen lingkungan fisik mulai dikerjakan lebih baik dan
sistematik. Akar daripada latar belakang analisis hubungan antara manusia dan
lingkungan alam bermulai disini.
Perkembangannya
kemudian nampak bahwa analisis hubungan antara manusia dengan lingkungan alam
telah memunculkan bentuk-bentuk lain di dalam menempatkan manusia pada
ekosistem. Manusia tidak lagi sepenuhnya didekte oleh lingkungan alam tetapi
manusia mempunyai peranan yang lebih besar lagi di dalam menentukan
bentuk-bentuk kegiatannya di permukaan bumi (geographical possibilism dan
probabilism).
c.
Paradigma Regionalisme
Perkembangan
terakhir dari periode paradigma tradisional adalah paradigma Regionalisme.
Disini nampak unsur “fact finding tradition of exploration” di satu sisi dan
upaya memunculkan sistesis hubungan manusia dan lingkungannya di sisi lain
nampak mewarnai paradigma ini. Konsep-konsep region bermunculan sebagai dasar
pengenalan ruang yang lebih detail.
Wilayah ditinjau dari segi tipenya (formal and functional
regions) wilayah ditinjau dari segi hirarkinya (the 1st order, the 2nd order,
the3rd order, etc. Regions) dan wilayah ditinjau
dari segi kategorinya (single topic, duoble topic, combine topic, multiple
topic, total, regions) adalah beberapa contoh konsep-konsep yang muncul sejalan
dengan berkembangnya paradigma regionalisme ini, dalam membantu analisis.
Disamping itu “temporal analysis” sebagai salah satu bentuk “causal analysis”
berkembang pula pada periode ini (Rostow, 1960; Harvey, 1969).
12.
Periode Perkembangan Paradigma-Paradigma Kontemporer
Pada
masa ini mulai terjadi perkembangan baru di bidang metode analisis kuantitatif
dan “model building”. Perkembangan paradigma geografi pada msa ini juga disebut
sebagai periode paradigma analisis keruangan (the spatial analysis paradigm).
Coffey (1981) mengemukakan tentang ciri-ciri paradigma geografi kontemporer
antara lain yaitu adanya sinyalemen bahwa salah satu ciri daripada geografi
kontemporer adalah adanya kecenderungan spesialisasi yang dikhawatirkan akan
menjauh dari fitrah geografi sendiri. Hal ini ternyata sejalan dengan apa yang
masing-masing spesialisasi ini menjadi sedemikian terpisah atau salah satu sama
lain sehingga hubungan intelektualnya pudar.
Kemudian dikemukakan pula bahwa untuk mengatasi agar bahaya
yang disinyalir oleh para pakar mengenai pudarnya fitrah geografi adalah dengan
pendekatan sistem, khususnya spatial system approach. Untuk sampai
ke arah ini, dengan sendirinya pengetahuan dasar mengenai sistem sendiri harus
dimiliki oleh mahasiswa geografi. Pada masa ini functional analysis,
ecological analysis dan system analysis berkembang
dengan baik pula sejalan dengan inovasi daripada teknik-teknik dan metode
analisis (Holt-Jensen, 1980).
Ide
untuk kembali ke fitrah geografi memang berulang-ulang didengungkan oleh para
pakar. Hal ini memang wajar sekali karena telah disinyalir munculnya
penyimpangan-penyimpangan yang dianggap mengaburkan ciri khas geografi itu
sendiri. Selama perkembangannya, ada dua gerakan munculnya ide sintesis ini.
Gerakan pertama kali dikemukakan oleh Ritter dimana studi Geografi tidak lain
dianggap sebagai suatu “regional synthesis”. Semua fenomena dianggap
berhubungan satu sama lain dan masing-masing mempunyai peranannya yang khas
dalam satu perangkat sistem. Untuk itulah geografiwan harus mempelajari
sintesis daripada gejala-gejala yang ada pada suatu wilayah dan yang
mengungkapkan apa yang disebut sebagai “wholeness”. Ide pendekatan sistem
memang tidak dapat dipisahkan dari pemikiran-pemikiran ini.
Konsep
sintesis baru dikemukakan oleh Peter Haggett (1975) di dalam karyanya yang
berjudul “Geography : A Modern Synthesis”. Sintesis baru ini berusaha merangkum
beberapa pendekatan terdahulu sampai saat ini dengan memberi warna yang lebih
fleksibel sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan di bidang teknologi.
13.
Arti Penting Pendekatan dalam Paradigma Geografi
Dalam
menghampiri, menganalisis gejala dan permasalahan suatu ilmu (sains), maka
diperlukan suatu metode pendekatan (approach method). Metode pendekatan inilah
yang digunakan untuk membedakan kajian geografi dengan ilmu lainnya, meskipun
obyek kajiannya sama. Metode pendekatan ini terbagi 3 macam bentuk pendekatan
antara lain: pendekatan keruangan, pendekatan ekologi/kelingkungan dan
pendekatan kewilayahan.
1.
Keruangan,
analisis yang perlu diperhatikan adalah penyebaran, penggunaan ruang dan
perencanaan ruang. Dalam analisis peruangan dikumpulkan data ruang disuatu
tempat atau wilayah yang terdiri dari data titik (point), data bidang (areal)
dan data garis (line) meliputi jalan dan sungai.
2.
Kelingkungan,
yaitu menerapkan konsep ekosistem dalam mengkaji suatu permasalahan geografi,
fenomena, gaya dan masalah mempunyai keterkaitan aspek fisik dengan aspek
manusia dalam suatu ruang.
3.
Kewilayahan,
yang dikaji yaitu tentang penyebaran fenomena, gaya dan masalah dalam ruangan,
interaksi antar/variabel manusia dan variabel fisik lingkungannya yang saling
terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya. Karena pendekatan kewilayahan
merupakan perpaduan antara pendekatan keruangan dan kelingkungan, maka
kajiannya adalah perpaduan antara keduanya.
Pendekatan
keruangan, pendekatan kelingkungan dan pendekatan kewilayahan dalam kerjanya
merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan yang terpadu inilah yang disebut
pendekatan geografi. Jadi fenomena, gejala dan masalah ditinjau penyebaran
keruangannya, keterkaitan antara berbagai unit ekosistem dalam ruang. Penerapan
pendekatan geografi terhadap gejala dan permasalahan dapat menghasilkan
berbagai alternatif-alternatif pemecahan masalah.
14.
Tantangan Geografi Ke Depan
a.
Dampak Teknologi Komunikasi dan Internet
Sekiar
tahun 1990 beredar buku megatrend 2000. Dalam buku itu Naibit dan Arburdense
(1990) mensinyalair ada sepuluh kecenderungan (trend) yang akan terjadi pada
tahun 2000-an, yaitu:
1.
masyarakat
informasi menjadi masyarakat industri
2.
teknologi
pasca menjadi high tech
3.
ekonomi
nasional menjadi ekonomi dunia
4.
jangka
pendek menjadi jangka panjang
5.
sentralisasi
menjadi desentralisasi
6.
bantuan
institusional menjadi bantuan diri
7.
demokrasi
representatif menjadi demokrasi partisipatif
8.
hirarki
menjadi jaringan
9.
utara
menjadi selatan
10.
salah
satu menjadi pilihan ganda
Bedasarkan
ramalan itu tampak bahwa dewasa ini terjadi perubahan dari masyarakat industri
menuju masyarakat informasi. Informasi telah menjadi bagian penting bagi
individu, masyarakat dan negara. Informasi merupakan bagian dari kehidupan
mereka sehari-hari untuk pengambilan keputusan.
Keberadaan masyarakat informasi dewasa ini tidak terlepas
dari perkembangan teknologi komuniasi dan internet. Integrasi kedua teknologi
itu telah melipatkan gandakan informasi dan menyebarkannya ke seluruh penjuru
dunia dalam waktu yang cepat. Intergrasi teknologi komputer dengan teknologi
komunikasi itu telah mewujudkan suatu jaringan besar antar warga negara tanpa
harus diikat dengan batas-batas negara yang bersangkutan (bordeless).
Teknologi itu telah mampu membuktikan sebagai wahana untuk
mengolah(procesess) data menjadi informasi dengan cepat. Selain itu
teknologi itu juga telah mampu digunakan sebagai infrastruktur untuk pengiriman
data atau informasi secara cepat, murah dan praktis. Disiplin geografi
merupakan salah satu bidang ilmu yang memerlukan infrastruktur untuk mengolah
data geografis menjadi informsi geografi secara cepat. Informsi geografi hasil
prosesing itu dibutuhkan oleh berbagai bidang untuk pengembangan wilayah,
konsrvasi sumburdaya, penataan ruang, dan sebagainya.
Dalam
mempelajari obyeknya, disiplin geografi menggunakan pendekatan keruangan. Dalam
pendekatan itu struktur, pola dan proses keruangan harus dapat dipelajari
dengan baik dan cepat.
Untuk
mempelajari aspek keruangan seperti itu teknologi komputer telah menyediakan
program-program analisis keruangan yang makin praktis dan mudah dioperasikan.
Dengan kemudahan itu informasi geografi dapat lebih cepat dihasilkan untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan.
Dengan
teknolgi internet informasi dapat dengan mudah dan cepat dikirim keseluruh
penjuru dunia. Hal itu tidak hanya bermakna untuk penyebaran informasi, tetapi
juga untuk memberikan paradigma baru dalam pengelolaan lingkungan menuju
keberlanjutan. Sebagaimana permasalahan lingkungan dewasa ini yang paling
serius adalah mewujudkan keberlanjutannya.
Dengan kehadiran komputer sebagai
komponen teknologi informasi proses analisis dan integrasi yang rumit kalau
dikerjakan secara manual akan menjadi mudah, cepat dan akurat (Sutanto, 2000).
Oleh karena itu dalam 2 (dua) dekade belakangan ini peran teknologi informasi
dalam aplikasi ilmu geografi berkembang dengan cepat dan mejadi kebutuhan yang
penting bagi setiap warganegara untuk mengelola wilayah dan sumberdayanya.
Pemanafaatan teknologi informasi dlam aplikasi ilmu geografi dikenana dengan
Sistem Informasi geografi (SIG). SIG dewasa ini telah berkembang dengan pesat
karena didukung dengan teknologi pengindraan jauh (inderaja) dan Global
Posistion System (GPS).
DAFTAR PUSTAKA
diakses tanggal 19 Juni 2012
link to download http://www.ziddu.com/download/19733734/makalahGEOGRAFILINGKUNGAN.docx.html