TUGAS UJI KOMPETENSI 3
Efektifitas dan Efisiensi
Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan Secara Terintegrasi dan Sebagai Subjek
Terpisah
Oleh:
Muji Desy Susanty
NPM 1123031020
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS UNIVERSITAS
LAMPUNG 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah begitu banyak melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
tugas kompetensi 3 mata kuliah Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan ini
diharapkan dapat berguna bagi penyusun pada khususnya dan bagi mahasiswa pada
umumnya.
Tak lupa penyusun
mengucapkan terima kasih kepada . Dr. R. Gunawan Sudarmato,
S.Pd., S.E., M.M dan Drs. Nurdin, M.Si
selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan dan teman-teman mahasiswa yang telah membantu dalam
penyelesaian tugas ini.
Penyusun menyadari
masih banyak kekurangan, baik mengenai isi maupun tata letak dan penulisan,
penulis sangat berharap agar pembaca dapat memberikan masukan atau perbaikan untuk yang akan datang. Terima Kasih.
Bandar Lampung, 1
Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
........................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 9
1.2
Tujuan Penelitian......................................................................... 9
1.3
Kegunaan Penelitian................................................................... 9
II. PEMBAHASAN ............................................................................. 9
2.1 Pembelajaran Kewirausahaan Secara
Terintegrasi ..................... 9
2.1.1
Pendidikan
Kewirausahaan terintegrasi dalam seluruh
Mata pelajaran
............................................................... 9
2.1.2
Pendidikan
Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan
Ekstakurikuler ............................................................. 11
2.1.3
Pendidikan
Kewirausahaan melalui pengembangan diri 11
2.1.4
Perubahan
Pelaksanaan pembelajaran Kewirausahaan
Dari konsep teori ke pembelajaran praktik berwirausaha
14
2.1.5
Pengintegrasian
Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan
Atau Buku Ajar ............................................................ 14
2.1.6
Pengintegrasian
Pendidikan Kewirausahaan Melalui Kultur
Sekolah ......................................................................... 14
2.1.7
Pengintegrasian
Pendidikan Kewirausahaan Melalui muatan
Lokal
........................................................................... 15
2.2 Perkembangan Kewirausahaan sebagai
Subjek terpisah............ 16
2.3 Efektifitas dan
Efisiensi Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan 17
III. KESIMPULAN......................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa, apalagi bagi bangsa
yang sedang berkembang, yang sangat membutuhkan pendidikan sebagai sumber daya
manusia. Pembangunan hanya dapat dilakukan oleh manusia yang dipersiapkan
melalui pendidikan. Pendidikan merupakan segala situasi dalam hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan setiap manusia. Setiap situasi dalam hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan seseorang merupakan pengalaman belajar. Pendidikan
berlangsung tidak dalam batas usia tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hidup
sejak lahir hingga akhir hayatnya. Keberhasilan Pembangunan suatu bangsa
sangat ditentukan oleh kualitas
pendidikan warga bangsa tersebut, karena dengan pendidikan yang baik manusia
dapat mencapai kesejahteran hidup, mengembangkan potensi dirinya, mewujudkan
kehidupan lebih baik, dan berpartisipasi secara lebih aktif dalam pembangunan.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, menyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, nerakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Fungsi dan tujuan diatas, menunjukkan
bahwa pendidikan disetiap satuan pendidikan harus diselenggarakan secara
sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Permasalahannya adalah apakah
pendidikan di masing-masing satuan pendidikan telah diselenggarakan dengan
baik, dan mencapai hasil seperti yang diharapkan. Untuk melihat mutu
penyelenggaraan pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator. Beberapa
indicator mutu hasil pendidikan yang selama ini digunakan diantaranya adalah
Ujian Nasional (UN), persentase kelulusan, angka drop out (DO), angka mengulang
kelas, presentase lulusan yang melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya.
Indikator-indikator tersebut cenderung bernuansa kuantitatif, mudah
pengukurannya dan bersifat universal. Di samping indikator kuantitatif,
indikator mutu hasil pendidikan lainnya yang sangat penting untuk dicapai
adalah indikator kualitatif yang meliputi: beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Indikator
kualitatif tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik dan
berkaitan dengan pembentukan sikap serta ketrampilan/skill berwirausaha peserta
didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun, memiliki sikap
dan ketrampilan/skill berwirausaha.
Berkaitan dengan ketercapaian tujuan
pendidikan nasional terutama yang mengarah pada pembentukan karakter yang
terkait dengan pembentukan sikap dan perilaku wirausaha peserta didik, selama
ini belum dapat diketahui secara pasti. Hal ini mengingat pengukurannya
cenderung bersifat kualitatif, dan belum ada standar nasional untuk menilainya.
Pada dasarnya pendidikan kewirausahaan ditujukan untuk menjadikan anak
didik memiliki pribadi-pribadi yang
tangguh dalam berbagai bidang dan aspek yang mereka miliki sehingga mereka
dapat menjadi orang-orang yang sukses dalam bidangnya.
Pada kenyataan saat ini, anak didik yang
kita didik saat ini belum memiliki pribadi-pribadi kewirausahaan yang tangguh
dan unggul. Hal ini dapat kita lihat dari hal yang kecil bagaimana mereka dalam
menyelesaikan maslah-masalahnya yang cenderung mengeluh, ketergantungan dan
mudah putus asa. Nilai-nilai kewirausahaan belum melekat pada mereka. Hal ini akan berdampak negatif bagi masa
depan anak didik pada khususnya dan
dampak negatif bagi kemajuan
negara pada umumnya. Selain itu, berdasarkan
kenyataan yang ada, pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih kurang
memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun
masyarakat. Banyak pendidik yang kurang memperhatikan penumbuhan karakter dan
perilaku wirausaha peserta didik, baik di sekolah-sekolah kejuruan, maupun di
pendidikan profesional. Orientasi mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan
tenaga kerja. Untuk itu, perlu dicari penyelesaiannya, bagaimana pendidikan dapat
berperan untuk mengubah manusia menjadi manusia yang memiliki karakter dan atau
perilaku wirausaha. Untuk mencapai hal tersebut bekal apa yang perlu diberikan
kepada peserta didik agar memiliki karakter dan atau perilaku wirausaha yang
tangguh pada bidang yang mereka miliki.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam
praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional
pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), pendidikan
kewirausahaan juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai
serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahannya, pendidikan kewirausahaan di sekolah selama ini baru menyentuh
pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi
dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, berlakunya
sistem desentralisasi berpengaruh pada berbagai tatanan kehidupan, termasuk
pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi kebebasan kepada
pengelolaan pendidikan. Adanya kebebasan dalam pengelolaan pendidikan
diharapkan mampu menemukan strategi pengelolaan pendidikan yang lebih baik
sehingga mampu menghasilkan output pendidikan yang berkualitas baik dilihat
dari kualitas akademik maupun non akademik. Kualitas akademik yang dimaksud
adalah kualitas peserta didik yang terkait dengan bidang ilmu yang ditekuninya.
Engkoswara (1999), menyatakan bahwa
kehidupan manusia Indonesia menjelang tahun 2020 akan semakin membaik dan
dinamik. Untuk itu kualitas lulusan dituntut memiliki kemampuan kemandirian
yang tangguh agar dapat menghadapi tantangan, ancaman, hambatan yang
diakibatkan terjadinya perubahan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa tantangan yang
terjadi pada era Global adalah semakin menipisnya kualitas kemandirian manusia
Indonesia. Krisis yang melanda Indonesia yang multidimensi mengakibatkan budaya
bangsa semakin memudar, yaitu terjadinya degradasi moral spiritual, semangat
berusaha dan bekerja yang semakin melemah, kreativitas yang semakin mengerdil
dan menjurus ke arah yang negatif. Melalui pengembangan individu diharapkan
secara keseluruhan masyarakat akan mengalami “self empowering” untuk lebih
kreatif dan inovatif. Kecenderungan terjadinya perubahan tidak dapat dihindari
semua pihak, baik individu, kelompok masyarakat, bangsa, maupun negara,
sehingga dituntut untuk lebih memfokuskan diri pada penyusunan rencana
strategik dengan visi yang jauh ke depan agar siap menghadapi setiap perubahan.
Realita yang ada, banyak lulusan pendidikan yang tidak mampu mengisi lowongan pekerjaan
karena ketidak cocokan antara kemampuan yang dimiliki dengan kemampuan yang
dibutuhkan dunia kerja. Disamping itu penyerapan tenaga kerja oleh instansi
pemerintah maupun swasta yang sangat terbatas, akan memberi dampak jumlah
tingkat pengangguran akan meningkat pada setiap tahunnya. Padahal apapun
profesi yang ditekuni selama kita bisa menjadi pribadi yang anggul maka akan
selalu berguna untuk diri sendiri dan orang lain.
Kualitas pendidikan harus terus menerus
ditingkatkan. Kualitas pendidikan terkait dengan kualitas proses dan produk.
Kualitas proses dapat dicapai apabila proses pembelajaran berlangsung secara
efektif dan peserta didik dapat menghayati dan menjalani proses pembelajaran
tersebut secara bermakna. Kualitas produk tercapai apabila peserta didik
menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar sesuai
dengan kebutuhannya dalam kehidupan dan dan menjadikan pribadi yang unggul.
Dengan demikian untuk mencapai kemampuan di atas perlu adanya analisis Efektifitas
dan Efisiensi Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan Secara Terintegrasi dan
Sebagai Subjek Terpisah.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan karya tulis ini bertujuan antara lain:
a.
Untuk mengetahui Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan Secara Terintegrasi
dan Sebagai Subjek Terpisah
b.
Untuk mengetahui manakah yang lebih efektif dan efisiensi Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan
Secara Terintegrasi atau Sebagai Subjek Terpisah
1.3 Kegunaan Penulisan
Kegunaan penulisan karya tulis ini adalah untuk melengkapi salah satu
tugas mata kuliah pendidikan ekonomi dan kewirausahaan.
BAB. II
PEMBAHASAN
2.1
Pembelajaran
Kewirausahaan Secara Terintegrasi
Pendidikan
kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik),
sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai
wirausaha.
Pada
dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu
dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan
kewirausahaan dilakukan oleh kepas sekolah, guru, tenaga kependidikan
(konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu komunitas
pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara
mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan
kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat
diinternalisasikan melalui berbagai aspek.
2.1.1
Pendidikan
Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di
dalam proses pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan
ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya
nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai
kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses
pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua
mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan
peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang
dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah
ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam
pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah
pengintegrasian ini bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui
metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai
yang dapat ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai
kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua
mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena
itu penanaman nilai-nilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara
memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai
lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata
pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman
nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata
pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang diintegrasikan
ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6 nilai pokok yaitu : mandiri,
kreatif pengambil resiko, kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja
keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan secara terintegrasi di dalam
mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini
silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya
memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun
silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan
mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus
untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Edangkan
cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan
dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi,
langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan mengusahakan
agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai
milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui
tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya
menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta
didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan
kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan. Pengintegrasian
nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui
langkah-langkah berikut:
a.
Mengkaji SK dan KD untuk
menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
b.
Mencantumkan nilai-nilai
kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SK dan KD kedalam silabus.
c.
Mengembangkan langkah
pembelajaran peserta didik
aktif yang memungkinkan peserta
didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku.
d.
Memasukkan langkah
pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP
Contoh silabus yang terintegrasi nilai-nilai kewirausaan dapat
dilihat pada lampiran 1, sedangkan RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai
kewirausahaan dapat dilihat pada lampiran 2.
2.1.2
Pendidikan
Kewirausahaan Yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang
secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang
berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra
kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta
tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri
sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan
sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang
memberikan kesempatan peserta didik mengerpresikan diri secara bebas melalui
kegiatan mandiri atau kelompok.
Beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang bisa diberi muatan
pendidikan
kewirausahaan antara lain :
a.
Olah raga,
b.
Seni Budaya,
c.
Kepramukaan,
d.
Pameran,
e.
Dsb
2.1.3.
Pendidikan
Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan
pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter
wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial,
kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kulikuler. Di
samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya
pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk
satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan
hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan
diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan kompetensi dan kebiasaan
dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri bertujuan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi
dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan
diri secara khusus bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam
mengembangkan: bakat, minat, kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam
kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar,
wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian.
Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan
terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan
secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang
diikuti oleh semua peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan
dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui
pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan
‘business day’ (bazar, karya peserta didik, dll).
Dalam
program pengembngan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan
dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu
melalui hal-hal sebagai berikut:
a.
Kegiatan rutin Sekolah
Kegiatan
rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan
konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah: upacara setiap hari senin,
upacara pada hari besar kenegaraan. Pada pelaksanaan kegiatan ini dapat
diintegrasikan nilai kewirausahaan (kepemimpinan), dengan cara secara memberi
tugas pada setiap kelas secara bergantian untuk menjadi panitian pelaksana.
Dengan cara ini peserta didik dapat belajar mengkoordinir temantemanya untuk
melaksanakan tugasnya sebagai panitia. Beribadah bersama/sembahyang bersama
setiap Dzuhur (bagi yang beragama Islam). Dengan kegiatan ini dapat juga
diintegrasikan nilai kewirausahaan kepemimpinan dengan cara melibatkan anak
menjadi imam dan memberi kultum 5-7 menit secar bergantian dengan disusun
jadwal.
b.
Kegiatan spontan
Kegiatan
spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga.
Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang
lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus
dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap
yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga
peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik tersebut.
Sebaliknya anak yang berperilaku baik diberi pujian. Misalnya: Guru melihat anak mengkoreksi perilaku
teman yang tidak terpuji, maka anak tersebut diberi pujian (nilai kepemimpinan)
c.
Teladan
Keteladanan
adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam
memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi
panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga
kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap
sesuai dengan nilai-nilai kewirausahaan maka guru dan tenaga kependidikan yang
lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana
berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai terebut. Misalnya datang di
kantor tepat pada waktunya, bekerja keras, jujur.
d.
Pengkondisian
Untuk
mendukung keterlaksanaan pendidikan kewirausahaan maka sekolah harus
dikondisikan sebagai pendukung kegiatan tersebut. Sekolah harus mencerminkan
kehidupan sekolah yang mencerminkan nilai-nilai kewirausahaan bangsa yang
diinginkan. Misalnya sekolah memiliki business center, hasil
kreativitas peserta didik di pajang, setiap seminggu sekali atau sebulan sekali
ada kegiatan ‘business day’ (bazar, karya peserta didik, dll).
2.1.4.
Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran
Kewirausahaan Dari konsep/Teori Ke Pembelajaran Praktik Berwirausaha
Dengan
cara ini, pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi
yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan
bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan
dengan pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran
ekonomi ada beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan
pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang
secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai
taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi
nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang
mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara
mendirikan kantin kejujuran bagi mereka yang memiliki bakat untuk
berdagang. Selain itu mereka yang
berbakat untuk karya tulis mereka dapat lebih berkeratifitas dalam hasil
karyanya tidak hanya sekedar membuat novel, cerpen, mereka dapat membuat
artikel yang dapat mereka tempel didinding mading, dsb.
2.1.5.
Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan Ke Dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku
ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang
sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan
semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatankegiatan pembelajaran (task)
yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang
berarti. Penginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam
bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
Sebaiknya
buku ajar dibuat oleh guru bidang studi itu sendiri yang disesuaikan tujuan
pembelajaran yang telah diselipkan nilai-nilai kewirausahaan sehingga isinya
lebih bermakna.
3.
Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan melalui Kutur Sekolah
Budaya/kultur
sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi
dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai
administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah.
Pengembangan
nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup
kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga
administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas
sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya
berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas
berwirausaha di lngkungan sekolah). Jika kultur sekolah pun sudah terbentuk
tentunya akan menjadi sekolah yang unggul karena terwujudnya ekolah yang
disiplin dari segala aspek, berkarakter, berkepribadian, dan tentunya mencetak
siswa-siswa yang unggul.
2.1.6.
Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata
pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan
kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu
mata pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal,
keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan
sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan
keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat
menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh anak yang berada di lingkungan sekitar
pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola
menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu
menjual dalam rangka untuk memperoleh pendapatan.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di
dalam mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan terintegrasi
di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan
ini, RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya MULOK
memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara
menyusun RPP MULOK yang terintegrasi
dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP MULOK
yang sudah ada dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah pembelajaran
atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan. Prinsip pembelajaran yang
digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta
didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan
bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal
pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan
suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik
belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan
kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
2.2.
Pembelajaran Kewirausahaan Sebagai
Subjek Terpisah
Berdasarkkan
kurikulum yang digunakan saat ini, pembelajaran
kewirausahaan adalah sebagai subjek terpisah.
Dalam hal ini, pembelajaran
kewirausahaan sebagai subjek terpisah adalah pembelajaran kewirausahaan yang
merupakan sebagai salah satu bidang studi tersendiri yang khusus diajarkan kepada
siswa. Terutama untuk jenjang pendidikan
tingkat perguruan tinggi dan SMK, yang mana pendidikan kewirausaah merupakan
pelajaran berdiri sendiri yang muatannya dipelajari secara rinci. Kita ketahui bahwa jenjang pendidikan untuk
tingkat pendidikan SMK dan perguruan tinggi adala menyiapkan anak didik yang
siap ke dunia kerja sehingga pembelajaran
kewirausahaan di tingkat perguruan tinggi dan SMK diarahkan untuk memprakarsai,
mengorganisasi, mengembangkan wirausahanya secara nyata (berorientasi pada
laba) berdasarkan bidangnya masing-masing. Hal ini mengacu pada teori Drucker, 1985 Kewirausahaan adalah semangat, sikap,
perilaku kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah
pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk
baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih
baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar”. Dengan demikian pembelajaran kewirausahaan perlu adanya
pembelajaran yang terpisah agar siswa lebih mendalami pembelajaraan
kewirausahaan itu sendiri.
Sedang untuk tingkat SMA pembelajaran kewirausahaan hanya berupa gambaran
secara umum karakteristik kewirausahaan tanpa dipelajari secara mendalam. Untuk
tingkat SD, SMP puntidak mendalam, hanya bersifat mengkaji sebagian kecil dari
karakteristik kewirausahaa itu sendiri.
Dengan demikian pembelajaran kewirausaan sebagai subjek terpisah itu
hanya terjadi pada jenjang pendidikan tingkat SMK dan perguruan tinggi sesui
dengan visi misi dari jenjang pedidikan itu sendiri.
2.3
Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan
Efisiensi dan efektivitas berkenaan dengan upaya perbaikan
proses dan hasil pembelajaran bagi siswa melalui interaksi
antara lain interaksi
kelas, pembelajaran di perpustakaan; pekerjaan laboratorium dan
tugas akhir.
Proses pendidikan merupakan kegiatan
mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian
tujuan pendidikan. Kualitas
proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan
kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang
lingkup makro, meso,mikro. Adapun tujuan utama pemgelolaan proses pendidikan
yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal
Dalam
pembelajaran tentunya perlu adanya evaluasi hasil pembelajaram baik bentuk
penilaian ataupun yang lain. Penilaian
adalah sebuah proses yang berkelanjutan untuk mendeteksi kekuatan dan kelamahan
peserta didik dalam aspek karakter, skill, dan pengetahuan. Setiap tahapan
proses belajar dapat terjadi proses penilaian. Misalnya, tahapan eksplorasi
peserta didik dinilai tentang kemampuan merancang alat pencatan data, kemampuan
melihat peluang, mengambil kesimpulan, dan pada saat action dapat dilihat
tentang kerjasamanya, ketepatan waktu, keterampilan mengelola bahan. Pada
tahapan komunikasi dinilai kemampuan menjelaskan tentang materi pelajaran,
kemampuan persuasifnya, dan sikap menghargai lawan bicaranya.
Rancangan
penilaian kemampuan peserta didik dalam pendidikan
kewirausahaan di setiap satuan pendidikan adalah sebagai berikut:
Di tingkat PAUD/TK dan SD/MI/SDLB/Paket A diintegrasikan dalam
mata pelajaran-mata pelajaran yang ada. Di tingkat SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan
SMA/MA/SMALB bisa diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran atau terwujud
dalam kegiatan life skills, maupun dalam muatan lokal/ekstrakurikuler. Sedangkan
di tingkat SMK/Paket C, ada beberapa model pendidikan kewirusahaan, maka
penilaiannya dapat terintegrasi pada semua mata pelajaran, terwujud dalam kegiatan
life skills, muatan lokal/ekstrakurikuler, serta melekat pada mata pelajaran. Penilaian
pendidikan kewirausahaan didasarkan pada rubrik-rubrik yang mencakup aspek pemahaman
(kognitif), aspek afektif dan keterampilan mengorganisir.
Kita ketahui sebelumnya bahwa nilai-nilai kewirausahaan itu adalah
nilai-nilai luhur yang harus kita junjung untuk menjadikan kita sebagai
pribadi-pribadi yang unggul. Pembelajaran kewirausaah dipelajari sebagai subjek
yang terpisah akan efektif jika dalam pembelajaran tersebut anak didik benar
benar ditanamkan nilai-nilai kewirausahaan yang tidak hanya berorientasi untuk
mejadi seorang pembisnis yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan uang semata. Dalam
pembelajaran ini akan lebih efektif jika anak didik dipacu untuk menjadi
wirausahawan yang unggul dalam bidangnya. Hal ini tentunya disesuaikan dengan
minat dan kemampuan anak didik. Dalam mata pelajaran ini anak didik diberikan
kesempatan untuk mengembangkan apa yang menjadi angan-angan atau cita-cita
mereka tanpa ada unsur dominasi dari
guru. Guru bersifat menanamkan, mengarahkan,
membimbing siswa, mensuport siswa dalam menghadapi kendala-kendala yang mereka
hadapi. Untuk itu sebaiknya jika pembelajarannya
merupakan subjek yang terpisah. Alangkah
efektif dan efesien jika pembelajaran kewirausaan juga dibelajarkan secara terintegrasi
keseluruh aspek dan bidang studi lainnya.
Hal ini tentunya akan lebih
mendukung untuk anak didik kita. Dikarenakan bakat dan kemampuan mereka yang beragam tentunya akan
berhubungan dengan bidang studi lainnya. Selain itu jika pembelajaran kewirausahaan di
ajarkan secara terintegrasi disetiap bidang studi tentunya pembelajarn
kewirausahaan dapat diajarkan mulai sejak dini dari tingkat SD, SMP, SMA/SMK,
dan perguruan tinggi bahkan dalam pendidikan non formalpun dapat
diajarkan.
Hal ini tentunya akan lebih efektif untuk menjadikan anak didik kita
menjadi manusia yang lebih unggul dari
pada pembelajaran kewirausahan yang diajarkan sebagai subjek yang terpisah yang
hanya ada pada tingkat SMK dan perguruan tinggi.
BAB 111
KESIMPULAN
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, menyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, nerakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Pada
dasarnya pendidikan kewirausahaan ditujukan untuk menjadikan anak didik memiliki pribadi-pribadi yang tangguh dalam berbagai
bidang dan aspek yang mereka miliki sehingga mereka dapat menjadi orang-orang
yang sukses dalam bidangnya. Dan pada kenyataan saat ini, anak didik yang kita
didik saat ini belum memiliki pribadi-pribadi kewirausahaan yang tangguh dan
unggul. Hal ini dapat kita lihat dari hal yang kecil bagaimana mereka dalam
menyelesaikan masalah-masalahnya yang cenderung mengeluh, ketergantungan dan
mudah putus asa. Nilai-nilai kewirausahaan belum melekat pada mereka. Hal ini akan berdampak negatif bagi masa
depan anak didik pada khususnya dan
dampak negatif bagi kemajuan
negara pada umumnya. Selain itu, berdasarkan
kenyataan yang ada, pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih kurang
memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun masyarakat.
Banyak pendidik yang kurang memperhatikan penumbuhan karakter dan perilaku
wirausaha peserta didik, baik di sekolah-sekolah kejuruan, maupun di pendidikan
profesional. Orientasi mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja.
Mengingat
pentingnya pendidikan kewirausahaan bagi anak didik maka dalam praktik di sekolah, untuk menanamkan nilai-nilai
kewirausahaan pada peserta didik ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara
lain Pembenahan dalam Kurikulum, Peningkatkan
Peran Sekolah dalam Mempersiapkan Wirausaha, Pembenahan dalam Pengorganisasian
Proses Pembelajaran, Pembenahan Proses Kelompok, Pembenahan pada Diri Guru. Dalam hal ini seorang guru harus mampu
menciptakan model pembelajaran kewirausahaan yang efektif dan efesien agar
pembelajaran kewirausahaan dapat dengan mudah melekat pada diri anak didik
sehingga dapat membekali mereka untuk menjadi pribadi yang tangguh dan unggul.
Pembelajaran kewirausahaan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu diajarkan secara terpisah atau secara
terintegrasi. Pembelajaran kewirausaah
dipelajari sebagai subjek yang terpisah akan efektif jika dalam pembelajaran
tersebut anak didik benar benar ditanamkan nilai-nilai kewirausahaan yang tidak
hanya berorientasi untuk mejadi seorang pembisnis yang mempunyai tujuan untuk
menghasilkan uang semata. Dalam pembelajaran ini akan lebih efektif jika anak
didik dipacu untuk menjadi wirausahawan yang unggul dalam bidangnya. Hal ini
tentunya disesuaikan dengan minat dan kemampuan anak didik. Peran guru bersifat
menanamkan, mengarahkan, membimbing siswa, mensuport siswa dalam menghadapi
kendala-kendala yang mereka hadapi. Alangkah efektif dan efesien jika
pembelajaran kewirausaan juga dibelajarkan secara terintegrasi keseluruh aspek
dan bidang studi lainnya. Dikarenakan bakat dan
kemampuan mereka yang beragam tentunya akan berhubungan dengan bidang
studi lainnya dan jika pembelajaran kewirausahaan di ajarkan secara
terintegrasi disetiap bidang studi tentunya pembelajarn kewirausahaan dapat
diajarkan mulai sejak dini dari tingkat SD, SMP, SMA/SMK, dan perguruan tinggi
bahkan dalam pendidikan non formalpun dapat diajarkan, yang tentunya akan lebih
efektif untuk menjadikan anak didik kita menjadi manusia yang lebih unggul dari pada pembelajaran
kewirausahan yang diajarkan sebagai subjek yang terpisah yang hanya ada pada
tingkat SMK dan perguruan tinggi saja.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari, (2009), Kewirausahaan.
Bandung: Penerbit ALFABETA
Aunurrahman.(2009). Developing and Documneting The Curricullum.
Bostom: Allyn and Bacon
Bloom, Benjamin S (1776). Human Charcteristics and School
learning/. New York: McGraw-Hill,Inc
Cole, Peter G. & Lorna KS Chan.(1994). Teaching Principle
and Practice. New York: Prentice Hall.
Degeng, I N. S. 2001. Kumpulan
Bahan Pembelajaran; Menuju Pribadi Unggul Melalui Perbaikan Proses Pembelajaran,
Malang: LP3, UM.
Drucker, Peter F, Inovasi dan
Kewiraswastaan :Praktek dan Dasar-Dasar (terjemahan). Jakarta : Erlangga,
1996.
Engkoswara, (1999), Instructional Strategy of Civic Education at Certain School Level, Bandung,
Center for Indonesian Civic Education.
Erine Maulidya, (2012), Makalah Pendidikan Kewirausahaan. UNILA:
Magister Pendidikan IPS
Gagne, R.M., and Briggs, L.J. (1974).Principles of Instructional Design . New York: Holt, Rinehart and
Winston.
Gede Raka “Beberapa
Pandangan Mengenai Kewirausahaan di Perguruan Tinggi. Makalah. Disampaikan
dalam Semiloka Wawasan Entrepreneurship IKIP YOGYAKARTA pada tanggal 17 dan 19
Juli 1999. John W. Santrock. (1995) Life – Span Development. Perkembangan
Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kasmir. (2006). Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sanjaya.
Kementrian Pendidikan Nasional Bandan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan Pendidikan kewirausahaan. Jakarta.
Wina. (2009). Strategi
pembelajaran Berorientasi pada Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Scharg, Adele F dan Robert P. Poland, 1987. A System for Teaching Business Education.
New York : McGraw-Hill Book Company.
Sahid Susanto. “Implementasi
Wawasan Entrepreneurship dalam Penelitian
di Perguruan Tinggi”. Makalah. Disampaikan dalam Semiloka Wawasan
Entrepreneurship IKIP YOGYAKARTA pada tanggal 17 dan 19 Juli 1999.
Suprodjo Pusposutardjo “Pengembangan
Budaya Kewirausahaan Melalui Matakuliah
Keahlian”. Makalah. Disampaikan dalam Semiloka Wawasan
Entrepreneurship IKIP
YOGYAKARTA pada tanggal 17 dan 19 Juli 1999.
Suyanto. “Implementasi
Wawasan Entrepreneurship dalam Kegiatan Pembelajaran di
Perguruan
Tinggi”. Makalah. Disampaikan
dalam Semiloka Wawasan
Entrepreneurship IKIP YOGYAKARTA pada tanggal 17 dan 19 Juli 1999.
Timmon, Jeffry & Stephen Spinelli.(2007). New Venture
Creation, Enterpreneurship for the
21st Century. New
York:Mgraw-Hill, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar