MODEL
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN
TUGAS KOMPETENSI II
OLEH : MUJI DESY
SUSANTY
NPM
: 1123031020
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Kompetensi 2 pada mata kuliah Pendidikan
Ekonomi dan Kewirausahaan.
Terima kasih
kepada Bapak Dr. R. Gunawan, S.Pd, SE.
MM , dan Bapak Drs. Nurdin M.Si sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Pendidikan
Ekonomi dan Kewirausahaan yang telah memberikan
tugas Kompetensi 2 sehingga membuat bertambahnya wawasan saya terhadap mata
kuliah ini dan dalam penyelesaian tugas ini.
Terima kasih juga
saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang juga telah membantu segala
sesuatu sehingga tugas ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih banyak
kekeliruan dan kekurangan. Karena itu, saran atau kritik yang membangun sangat saya
harapkan dari semua pihak demi perbaikan tugas
di masa yang akan datang.
Bandar
Lampung, 17 Mei 2012
Penulis,
Muji Desy Susanty
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Sekolah
sebagai suatu lembaga formal merupakan organisasi dengan kegiatan utama
pendidikan, dimana Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dikembangkan dengan lebih
terarah sesuai dengan spesifikasi tertentu melalui pembelajaran. Hal ini
merupakan ciri khusus pada organisasi sekolah yang membedakannya dari
organisasi-organisasi kerja yang lain. Oleh karena itu, pembelajaran harus
dikelola secara berdaya dan berhasil guna, agar sekolah mampu mencapai
tujuannya. Secara kuantitatif tujuan sekolah adalah menghasilkan sejumlah
lulusan (out-put) sebanyak-banyaknya
setelah menyelesaikan program tertentu yang diwajibkan. Ditinjau dari
segi kualitas sekolah bertujuan menghasilkan SDM yang bermutu dan menjadi
pelopor pembangunan yang tangguh.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 3, menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Fungsi dan tujuan diatas, menunjukkan bahwa
pendidikan disetiap satuan pendidikan harus diselenggarakan secara sistematis
guna mencapai tujuan tersebut. Permasalahannya adalah apakah pendidikan di
masing-masing satuan pendidikan telah diselenggarakan dengan baik, dan mencapai
hasil seperti yang diharapkan. Untuk melihat mutu penyelenggaraan pendidikan
dapat dilihat dari beberapa indicator. Beberapa indicator mutu hasil pendidikan
yang selama ini digunakan diantaranya adalah Ujian Nasional (UN), persentase
kelulusan, angka drop out (DO), angka mengulang kelas, presentase lulusan yang
melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya. Indikator-indikator tersebut
cenderung bernuansa kuantitatif, mudah pengukurannya dan bersifat universal. Di
samping indikator kuantitatif, indikator mutu hasil pendidikan lainnya yang
sangat penting untuk dicapai adalah indikator kualitatif yang meliputi: beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Indikator kualitatif tersebut berkaitan dengan pembentukan
karakter peserta didik dan berkaitan dengan pembentukan sikap serta
ketrampilan/skill berwirausaha peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika,
bermoral, sopan santun, memiliki sikap dan ketrampilan/skill berwirausaha.
Berdasarkan penelitian di Harvard University
Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard
skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia
bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill dari pada
hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter termasuk
karakter kewirausahaan peserta didik sangat penting untuk segera ditingkatkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, peningkatan mutu pembelajaran dan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi hasil belajar perlu dilakukan secara sistematis dan
berkelanjutan. Hasil Studi Cepat tentang pendidikan kewirausahaan pada
pendidikan dasar dan menengah yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan
dan Inovasi Pendidikan (27 Mei 2010) diperoleh informasi bahwa pendidikan
kewirausahaan mampu menghasilkan persepsi positif akan profesi sebagai
wirausaha. Bukti ini merata ditemukan baik di tingkat sekolah dasar, menengah
pertama, maupun menengah atas, bahwa peserta didik di sekolah yang memberikan
pendidikan kewirausahaan memberikan persepsi yang positif akan profesi
wirausaha. Persepsi positif tersebut akan memberi dampak yang sangat berarti
bagi usaha penciptaan dan pengembangan wirausaha maupun usaha-usaha baru yang
sangat diperlukan bagi kemajuan Indonesia.
Berkaitan dengan ketercapaian tujuan pendidikan
nasional terutama yang mengarah pada pembentukan karakter yang terkait dengan
pembentukan sikap dan perilaku wirausaha peserta didik, selama ini belum dapat
diketahui secara pasti. Hal ini mengingat pengukurannya cenderung bersifat
kualitatif, dan belum ada standar nasional untuk menilainya. Berdasarkan
realita, menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), proyeksi angka
pengangguran pada 2009 ini naik menjadi 9% dari angka pengangguran 2008 sebesar
8,5%. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penganggur pada
Februari 2008 telah tercatat sebesar 9,43 juta orang. Sementara jumlah angkatan
kerja di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 111,48 juta orang. Untuk
mengurangi angka pengangguran, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah perlu
dikembangkannya karakter kewirausahaan sedini mungkin, karena suatu bangsa akan
maju apabila jumlah wirausahanya paling sedikit 2% dari jumlah penduduk. Pada
tahun 2007, jumlah wirusaha di Singapura ada sebesar 7,2%, Amerika Serikat
2,14%, Indonesia yang mana jumlah penduduknya kurang lebih sebesar 220 juta,
jumlah wirausahanya sebanyak 400.000 orang (0,18%), yang seharusnya sebesar
4.400.000 orang. Berarti jumlah wirausaha di Indonesia kekurangan sebesar 4
Juta orang.
Berdasarkan kenyataan yang ada, pendidikan
kewirausahaan di Indonesia masih kurang memperoleh perhatian yang cukup
memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun masyarakat. Banyak pendidik yang
kurang memperhatikan penumbuhan karakter dan perilaku wirausaha peserta didik,
baik di sekolah-sekolah kejuruan, maupun di pendidikan profesional. Orientasi
mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja. Untuk itu, perlu
dicari penyelesaiannya, bagaimana pendidikan dapat berperan untuk mengubah
manusia menjadi manusia yang memiliki karakter dan atau perilaku wirausaha.
Untuk mencapai hal tersebut bekal apa yang perlu diberikan kepada peserta didik
agar memiliki karakter dan atau perilaku wirausaha yang tangguh, sehingga
nantinya akan dapat menjadi manusia yang jika bekerja di kantor akan akan
menjadi tenaga kerja yang mandiri kerja dan jika tidak bekerja di kantor akan
menjadi manusia yang mampu menciptakan lapangan perkerjaan minimal bagi dirinya
sendiri.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik
pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang
menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), pendidikan kewirausahaan juga
termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan
oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan
kewirausahaan di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan
norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, berlakunya sistem
desentralisasi berpengaruh pada berbagai tatanan kehidupan, termasuk pada
manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi kebebasan kepada pengelolaan
pendidikan. Adanya kebebasan dalam pengelolaan pendidikan diharapkan mampu
menemukan strategi pengelolaan pendidikan yang lebih baik sehingga mampu
menghasilkan output pendidikan yang berkualitas baik dilihat dari kualitas
akademik maupun non akademik. Kualitas akademik yang dimaksud adalah kualitas
peserta didik yang terkait dengan bidang ilmu, sedangkan kualitas non akademik
berkaitan dengan kemandirian untuk mampu bekerja di kantor dan membuka
usaha/lapangan kerja sendiri. Dengan kata lain lulusan pendidikan diharapkan
memiliki karakter dan perilaku wirausaha yang tinggi.
Potensi SDM merupakan aset nasional
sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat
digali dan dikembangkan serta dipupuk secara efektif melalui pembelajaran yang terarah dan terpadu yang dikelola secara
serasi dan seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi peserta didik
secara utuh dan optimal. Oleh karena itu, pembelajaran perlu secara khusus
memperhatikan pengembangan potensi peserta didik yang memiliki kemampuan dan
kecerdasan luar biasa (unggul), yaitu dengan cara penyelenggaraan program
pembelajaran yang mampu mengembangkan keunggulan-keunggulan tersebut, baik
keunggulan dalam hal potensi intelektual maupun bakat khusus yang bersifat
keterampilan (gifted and talented).
Krisis
yang melanda Indonesia yang multidimensi mengakibatkan budaya bangsa semakin
memudar, yaitu terjadinya degradasi moral spiritual, semangat berusaha dan
bekerja yang semakin melemah, kreativitas yang semakin mengerdil dan menjurus
ke arah yang negatif. Melalui pengembangan individu diharapkan secara
keseluruhan masyarakat akan mengalami “self empowering” untuk lebih kreatif dan
inovatif. Kecenderungan terjadinya perubahan tidak dapat dihindari semua pihak,
baik individu, kelompok masyarakat, bangsa, maupun negara, sehingga dituntut
untuk lebih memfokuskan diri pada penyusunan rencana strategik dengan visi yang
jauh ke depan agar siap menghadapi setiap perubahan. Realita yang ada, banyak
lulusan pendidikan yang tidak mampu mengisi lowongan pekerjaan karena ketidak
cocokan antara kemampuan yang dimiliki dengan kemampuan yang dibutuhkan dunia
kerja. Disamping itu penyerapan tenaga kerja oleh instansi pemerintah maupun
swasta yang sangat terbatas, akan memberi dampak jumlah tingkat pengangguran
akan meningkat pada setiap tahunnya.
Guru dituntut untuk mampu menguasai kurikulum, menguasai materi, menguasai metode, dan tidak kalah pentingnya guru juga harus mampu mengembangkan/melaksanakan model pembelajaran di kelas sedemikian rupa sehingga pembelajaran berlangsung secara aktif, inovatif dan menyenangkan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah, masalah – masalah yang muncul dapat diidentifikasi
sebagai berikut :
1. Penyusunan KTSP hendaknya mengintegrasikan pendidikan
Kewirausahaan
2. Masih
banyak guru dalam melakukan pembelajaran hanya
membelajarkan konsep ilmu (kognitif) semata
3. Pendidikan kewirausahaan belum terintegrasi pada
pembelajaran setiap mata pelajaran
4. Model pembelajaran yang digunakan guru masih kurang
bervariasi
5. Masih
banyak guru
belum mampu mengembangkan model-model pembelajaran
1.3. Tujuan
Penulisan karya tulis ini bertujuan
:
1.
Agar guru dalam melakukan
pembelajaran dapat menanamkan nilai-nilai (sikap)
kewirausahaan.
2.
Agar guru dalam melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran yang bervariasi
3.
Agar guru dapat mengembangkan
model-model pembelajaran khususnya dalam menanamkan kewirausahaan.
4.
Siswa dapat mengaplikasikan
kewirausahaan dalam kehidupan
II. LANDASAN
TEORI
2.1. PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk
hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya.
Ia bebas merancang, menentukan mengelola, mengendalikan semua usahanya.
Sedangkan kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan
orang lain. Kewirausahaan meruapakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif
atau kreatif berdaya, bercipta, berkarsa dan bersaahaja dalam berusaha dalam
rangka meningkatkan pendapatan dalam kegaitan usahanya atau kiprahnya.
Seorang yang memiliki jiwa dan sikap wirausaha selalu tidak puas dengan
apa yang telah dicapainya. Dari waktu-ke waktu, hari demi hari, minggu demi
minggi selalu mencari peluang untuk meningkatkan usaha dan kehidupannya. Ia
selalu berkreasi dan berinovasi tanpa berhenti, karena dengan berkreasi dan
berinovasi lah semua peluang dapat diperolehnya. Wirausaha adalah orang yang
terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk
meningkatkan kehidupannya.
Pada hakekatnya semua orang adalah wirausaha dalam arti mampu berdiri
sendiri dalam menjalankan usahanya dan pekerjaannya guna mencapai tujuan pribadinya, keluarganya,
masyarakat ,
bangsa dan negaranya, akan tetapi banyak diantara kita yang tidak berkarya dan
berkarsa untuk mencapai prestasi yang lebih baik untuk masa depannya, dan ia
menjadi ketergantungan pada orang lain, kelompok lain dan bahkan bangsa dan
Negara lainnya. Istilah kewirausahaan, kata dasarnya berasal dari terjemahan
entrepreneur, yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan between taker atau go
between.
Pendidikan
kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik),
sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai
wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan
secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan
pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga
kependidikan (konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu
komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam
kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat
merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di
sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek.
1. Terintegrasi Dalam
Seluruh Mata Pelajaran
Pendidikan
kewirausahaan terintegrasi di dalam proses pembelajaran seluruh mata mata pelajaran. Dalam hal ini adalah
penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga
hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya
karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah
laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang
berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada
dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk
menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi
nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan
dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di
seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa
dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun
melalui sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai
kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat ditanamkan pada peserta didik.
Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan
intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut
menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilainilai kewirausahaan
dilakukan secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai
pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok
tersebut diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata
pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang paling
dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok
kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada
6 (enam) nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko,
kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan
di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan,
silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya
memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun
silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan
mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus
untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan
cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan
dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai
kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan
dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik
mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan
bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal
pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan
suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.Dengan prinsip ini, peserta didik
belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan
yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Pengintegrasian nilai-nilai
kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah
berikut:
- Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
- Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam silabus.
- Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku.
- Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.
2. Pendidikan Kewirausahaan
yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra
Kurikuler
Kegiatan Ekstra
Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat
mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi,
bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan
peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi
ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih
oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka;
(2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik
mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
3. Pendidikan
Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri
merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral
dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya
pembentukan karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik
yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan
konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial,
kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.
Pengembangan diri
yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan kompetensi dan
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi
dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan diri
secara khusus bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan:
bakat, minat, kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan
kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan
perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan
diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram
direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara
langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti
oleh semua peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian
kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar,
karya peserta didik, dll)
4.
Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
Dengan cara ini,
pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang
meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot
yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan
pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada
beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan
kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara
langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf
tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai
tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu
menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan
kantin kejujuran, dan sebagainya.
5.
Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar
merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang
sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan
semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task)
yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang
berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam
bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6. Pengintegrasian
Pendidikan Kewirausahaan melalui Kultur Sekolah
Budaya/kultur
sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi
dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai
administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah.
Pengembangan
nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup
kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga
administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas
sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya
berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas
berwirausaha di lngkungan sekolah).
7. Pengintegrasian Pendidikan
Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini
memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang
dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran
muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai
luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang
pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life
skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan. Contoh anak yang berada di ingkungan sekitar pantai, harus
bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk
yang memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam
rangka untuk memperoleh pendapatan.
Integrasi
pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi
pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua
mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini, RPP dirancang agar muatan maupun
kegiatan pembelajarannya MULOK memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai
kewirausahaan. Cara menyusun RPP MULOK yang terintegrasi dengan nilai-nilai
kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada
dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian
dengan nilai-nilai kewirausahaan. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam
pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal
dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung
jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai
pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai
dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses
berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait
dengan nilai-nilai kewirausahaan.
2.2. LANDASAN
PENGEMBANGAN
1.
Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan
landasan filosofis serta berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan.
Berdasarkan landasan filosofis tersebut, sistem pendidikan nasional menempatkan
peserta didik sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
segala fitrahnya dengan tugas memimpin kehidupan yang berharkat dan bermartabat
dan menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur, mandiri, kreatif, inovatif
dan berakhlak mulia.
2.
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3Dalam
Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3
ditegaskan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
3.
Instruksi
Presiden No. 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyakatkan dan
Membudayakan Kewirausahaan. Ini memberikan arah dalam melaksanakan gerakan
memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan di sektor masing- masing sesuai
dengan tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya dibawah koordinasi Menteri
Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil. Melalui gerakan ini diharapkan budaya
kewirausahaan akan menjadi bagian dari etos kerja masyarakat dan bangsa
sehingga dapat melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru yang handal, tangguh
dan mandiri.
4.
Surat Keputusan Bersama Menteri Negara Koperasi dan UKM dan Menteri
Pendidikan Nasional No. 02/SKB/MENEG/VI/2000 dan No. 4/U/SKB/2000 tertanggal 29
Juni 2000 tentang Pendidikan Perkoperasian dan Kewirausahaan. Tujuan dari SKB
adalah (a) memasyrakatkan dan mengembangkan perkoperasian dan kewirausahaan
melalui pendidikan, (b) menyiapkan kader-kader koperasi dan wirausaha yang
profesional, (c) menumbuhkembangkan koperasi, usaha kecil, dan menengah untuk
menjadi pelaku ekonomi yang tangguh dan profesional dalam tatanan ekonomi
kerakyatan.
5.
Pidato Presiden pada Nasional Summit Tahun 2010 telah
mengamanatkan perlunya penggalakan jiwa kewirausahaan dan metodologi pendidikan
yang lebih mengembangkan kewirausahaan.
6.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 63 Tahun 2009 tentang
Penjaminan Mutu Pendidikan, Pasal 4 butir (d) kreativitas dan inovasi dalam
menjalani kehidupan, butir (e) tingkat kemandirian serta daya saing, dan butir
(f) kemampuan untuk menjamin keberlanjutan diri dan lingkungannya.
Penyelenggaraan pendidikan
didasarkan pada beberapa paradigma universal, maka dari itu perlu diperhatikan
peserta didik sebagai subjek merupakan penghargaan terhadaP peserta didik
sebagai manusia yang utuh. Peserta didik memiliki hak untuk mengaktualisasikan
dirinya secara optimal dalam aspek kecerdasan intelektual, spiritual, sosial,
dan kinestetik. Paradigma ini merupakan fondasi dari pendidikan kreatif yang
mengidamkan peserta didik menjadi subyek pembelajar sepanjang hayat yang
mandiri bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan memiliki karakter wirausaha.
III. PEMBAHASAN
3.1. NILAI NILAI
POKOK DALAM PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan kewirausahaan adalah
pengembangan nilai-nilai dari ciri-ciri seorang
wirausaha. Menurut para ahli kewirausahaan, ada
banyak nilai-nilai kewirausahaan yang mestinya
dimiliki oleh peserta didik maupun warga sekolah yang lain. Namun, di
dalam pengembangan model naskah akademik ini dipilih beberapa nilai-nilai
kewirausahaan yang dianggap paling pokok dan sesuai
dengan tingkat perkembangan peserta didik
sebanyak 17 (tujuh belas) nilai. Beberapa
nilai-nilai kewirausahaan beserta diskripnya yang
akan diintegrasikan melalui pendidikan kewirausahaan adalah sebagai berikut.
Adapun Nilai-nilai dan Deskripsi
Nilai Pendidikan Kewirausahaan adalah sebagai berikut :
1.
Mandiri
Sikap dan prilaku yang
tidak mudah tergantung pada orang lain dalammenyelesaikan tugas-tugas.
2.
Kreatif
Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil berbeda dari
produk/jasa yang telah ada.
3.
Berani
mengambil Resiko
Kemampuan
seseorang untuk menyukai pekerjaan yang menantang,
berani dan
mampu mengambil risiko kerja
4.
Berorientasi
pada tindakan
Mengambil
inisiatif untuk bertindak, dan bukan menunggu,
sebelum sebuah kejadian yang tidak dikehendaki terjadi.
5. Kepemimpinan
Sikap
dan perilaku seseorang yang selalu terbuka terhadap saran dan kritik, mudah
bergaul, bekerjasama, dan mengarahkan orang lain.
6. Kerja Keras
Perilaku
yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas dan mengatasi
berbagai habatan
7. Jujur
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
8.
Disiplin
Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
9.
Inovatif
Kemampuan
untuk menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan
peluang untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan
10.
Tanggung-jawab
Sikap
dan perilaku seseorang yang mau dan mampu melaksanakan tugas dan
kewajibannya
11.
Kerja
sama
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya mampu menjalin hubungan dengan
orang lain dalam melaksanakan tindakan, dan pekerjaan.
12. Pantang menyerah (ulet)
Sikap
dan perilaku seseorang yang tidak mudah menyerah untuk mencapai suatu tujuan
dengan berbagai alternative.
13.
Komitmen
Kesepakatan
mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang, baik terhadap
dirinya sendiri maupun orang lain.
14.
Realistis
Kemampuan
menggunakan fakta/realita sebagai landasan berpikir
yang rasionil dalam setiap pengambilan keputusan
maupun tindakan/perbuatannya.
15. Rasa
ingin tahu
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui secara mendalam dan luas dari apa yang yang dipelajari, dilihat, dan
didengar
16.
Komunikatif
Tindakan
yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan
orang lain
17.
Motivasi
kuat untuk sukses
Sikap
dan tindakan selalu mencari solusi terbaik.
Implementasi dari
17 (tujuh belas) nilai pokok kewirausahaan
tersebut di atas tidak serta merta secara
langsung dilaksanakan sekaligus oleh satuan
pendidikan, namun dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama implementasi nilai-nilai kewirausahaan
diambil 6 (enam) nilai pokok, yaitu : Mandiri, kreatif, berani mengambil
resiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan dan kerja keras.
Hal ini bukan berarti
membatasi penanaman nilai-nilai (harga mati) bahwa semua sekolah secara
seragam menginternalisasi enam nilai-nilai kewirausahaan tersebut,
namun setiap jenjang satuan pendidikan dapat
menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan yang
lain secara mandiri sesuai dengan kebutuhan
sekolah. Di samping enam nilai pokok
kewirausahaan, pada jenjang pendidikan tertentu
(SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK) juga perlu diimplementasikan konsep dan
keterampilan (skill) kewirausahaan. Konsep dan keterampilan (skill)
kewirausahaan yang akan diimplementasikan pada
setiap jenjang pendidikan berbeda kedalaman dan
keluasannya. Konsep dan keterampilan (skill)
kewirausahaan yang akan diimplementasikan pada jenjang pendidikan
menengah (SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MA)
3.2. PRINSIP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Berikut
prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan:
1. Proses pengembangan nilai-nilai kewirausahaan merupakan sebuah
proses panjang dan berkelanjutan dimulai dari awal peserta didik masuk sampai
selesai dari suatu satuan pendidikan.
2. Materi nilai-nilai kewirausahaan bukanlah bahan ajar biasa.
Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan
seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta
seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, dan
sebagainya. Nilai kewirausahaan diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran.
Pengintegrasian ke dalam mata pelajaran bisa melalui materi, metode, maupun
penilaian.
3. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru tidak perlu mengubah
pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk
mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan. Demikian juga, guru tidak harus
mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai.
4. Digunakan metode pembelajaran aktif, efektif dan
menyenangkan.Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai
kewirausahaan dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Dalam proses
pembelajaran dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa
menyenangkan.
3.3. KAJIAN NILAI NILAI
KEWIRAUSAHAAN DALAM
SKL, SI (SK & KD)
DAN
PEMBELAJARAN
Tahap
awal yang perlu dilakukan sebelum merancang model pendidikan kewirausahaan di
setiap satuan pendidikan adalah mengkaji sejauh mana Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) dan Standar Isi yang meliputi Sandar Komptensi dan Kompetensi Dasar setiap
mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan mulai dari PAUD/TK, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, dan PNF didalamya sudah terinternalisasi pendidikan
kewirausahaan. Berdasarkan kajian tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan pendidikan kewirausahaan
di setiap satuan pendidikan.
Pendidikan
kewirausahaan sebenarnya sudah terakomodasi dalam kurikulum sebelum ditetapkan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1995 tentang Gerakan
Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Sebagai contoh dalam
Kurikulum 1984 maupun Kurikulum 1994, namun Sedangkan dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi, peserta didik diharapkan untuk memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Kajian kewirausahaan sebenarnya termasuk kajian yang aplikatif
dan perlu praktik lapangan, namun hal ini hasilnya belum maksimal karena SKL
belum mengukur aspek keterampilan.
Hasil
pencermatan SKL, SI (SK dan KD), setiap satuan pendidikan pada umumnya belum
secara eksplisit terinternalisasi nilai-nilai kewirausahaan, kecuali pada
satuan pendidikan di jenjang SMA dan SMK. Di satuan pendidikan jenjang SMA ada
satu Standar Kompetensi yang terkait dengan kewirausahaan dan koperasi.
Sedangkan di SMK, pendidikan kewirausahaan menjadi satu mata pelajaran
tersendiri.
Dalam
implementasi pembelajaran sudah ada upaya untuk menumbuhan nilai-nilai
kewirausahaan, namun belum terpogram secara komprehensif. Sebagai suatu contoh,
dengan penggunaan metode diskusi kelompok di dalam pembelajaran akan mampu
menumbuhkan sikap percaya diri dan kerja sama. Adanya kegiatan sekolah yang
melibatkan peserta didik dalam pengelolaan koperasi sekolah, kantin dan bisnis
senter diharapkan mampu menumbuhkan jiwa dan perilaku wirausaha.
3.4.
ALTERNATIF MODEL PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
KEWIRAUSAHAAN YANG EFEKTIF DAN EFESIEN.
Selama ini mata
pelajaran kewirausahaan khususnya pada tingkat SMK dianggap sebagai kegiatan
jualan oleh siswa.Hal ini disebabkan karena guru sering menyajikan materi
kewirausahaan terfokus kepada metode ceramah dengan strategi pembelajaran
menampilkan barang-barang yang sudah jadi, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan
untung-rugi yang diperoleh siswa. Walaupun memang pada akhirnya akan berujung
pada proses pemasaran produk dari hasil kreativitas dan inovasi siswa.
Ada empat strategi dasar yang perlu diperhatikan
dalam pembelajaran kewirausahaan yaitu:
1.
Mengidentifikasi,
menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku, dan kepribadian
siswa sebagaimana diharapkan,
2.
Memilih
sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup
masyarakat.
3.
Memilih
dan menetapkan prosedur, metode dan teknik pembelajaran yang dianggap paling
tepat dan efektif, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam
melaksanakan pembelajaran,
4.
Menetapkan
norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau indikator kriteria serta
standar keberhasilan, sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam
melakukan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran yang selanjutnya akan dijadikan
umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara
keseluruhan.
Dalam
hubungan dengan kegiatan pembelajaran kewirausahaan, strategi mengacu pada pola
umum atau model kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan siswa,
seperti diuraikan berikut:
A. PEMBELAJARAN
AKTIF KREATIF EFEKTIF DAN MENYENANGKAN
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan. Aktif dimasksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif berpikir, bertanya,
mempertanyakan mengemukakan gagasan, bereksperimen, mempraktekkan konsep yang
dipelajari dan berkreasi. Belajar memang merupakan sustu proses aktif dari si
pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif
yang hanya menerima kucuran ceramah dari guru tentang pengetahuan. Jika
pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir aktif,
maka pembelajaran tersebut bertentangan
dengan hakekat belajar.
Suatu
konsep (misalnya demokrasi, kerjasama, kebersihan) yang dijelaskan melalui
ceramah sebenarnya sangat sulit dipahami
siswa karena konsep tersebut disampaikan secara abstrak. Hal yang
abstrak sulit dipahami karena tingkat berfikir anak –anak yang cenderung
konkret atau mencari bentuk nyata. Jika dalam mengajar guru menggunakan media
seperti gambar, film, peragaan dan sebagainya
maka konsep yang dipelajari menjadi kongkrit (nyata) dan mudah dipahami
anak .
Namun
yang paling bias membuat konsep menjadi kongkrit adalah ketika anak terlibat
dalam pengalaman langsung dan aktif menemukan sendiri pengalaman tersebut suatu
konsep yang menjadi tujuan pembelajaran. Misalnya anak anak memahami konsep
demokrasi dan musyawarah dalamn kegiatan pemilihan ketua kelas yang dirancang
guru. Pengalaman nyata dan proses penerapan tersebut memberikan cara bagi
mereka untuk membangun pemahaman sendiri secara aktif tentang konsep demokrasi.
Edgar
Dale (1946) yang menunjukkan macam media atau kegiatan yang bisa dipakai untuk
mengajarkan suatu konsep dan hubungannnya
dengan tingkat kekongkritan konsep yang bisa tersampaikan. Pembelajaran
yang bergantung hanya pada verbal saja (ceramah, membaca) mengandung tingkat
keabstrakan paling tinggi dan pengalaman langsung yang membuat siswa aktif
menemukan dan menerapkan suatu konsep memiliki tingkat kekongkritan paling
tinggi. Pesan dari Edgar Dale diperkuat oleh kata-kata Confucius sebagai
berikut :
Yang
saya dengar saya lupa
Yang
saya lihat saya ingat
Yang
saya kerjakan saya pahami
Lebih
lanjut Melvin L Silbermen pernulis 101 Cara
Belajar Aktif mendukung juga keaktifan siswa untuk
memberikan hasil belajar yang maksimal dengan mengatakan :
Yang
saya dengar, saya lupa
Yang
saya dengar dan lihat, saya ingat
Yang
saya dengar, lihat, pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai
pahami
Dari
yang saya dengarkan, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan
ketrampilan
Dari
yang saya ajarkan pada orang lain saya
kuasai
Peran
aktif siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang
mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif
juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehinggga
memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa untuk menghasilkan produk belajar.
Produk itu bisa berupa karya seni, jalan keluar terhadap suatu permasalahan,
grafik, diagram, table, puisi, karangan, pantun, lagu, tarian, model tiga
dimensi dan lain-lain. Dengan demikian daya imajinasi dan daya cipta / kreasi
siswa bisa berkembang dengan optimal.
Menyenangkan
adalah suasana belajar mengajar yang jauh dari rasa bosan dan takut sehingga siswa dapat
memusatkan perhatiannya secara penuh pada pembelajaran sehingga waktu curah
perhatiannya pada pembelajaran tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya
waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan
menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif. Proses
pembelajaran yang efektif menghsilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah
proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan
pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajarannya aktif dan menyenangkan
tetapi tidak efektif , maka pembelajaran tersebut tidak ubahnya seperti bermain
biasa.
Secara
garis besar Pakem dapat digambarkan sebagai berikut :
·
Siswa terlibat
dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka
dengan penekanan pada belajar melaui berbuat
·
Guru menggunakan
berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat belajar
siswa dan membantu siswa membangun pengetahuan dan pemahaman. Cara-cara
tersebut diantaranya adalah menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk
menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan dan cocok bagi siswa
·
Guru mengatur
kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan
menyediakan “pojok baca”.
·
Guru menerapkan
cara mengajar yang kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok
·
Guru mendorong
siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah , untuk
mengungkapkan gagasannya dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan
sekolahnya.
·
Peran guru lebih sebagai fasilitator daripada
penceramah, artinya guru mendesain kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan. Selama kegiatan pembelajaran guru tidak lagi hanya
berdiri didepan kelas tetapi berkeliling memantau kegiatan siswa dan membantu
siswa dalam proses belajar.
Beberapa
hal yang harus di perhatikan dalam pembelajaran Pakem :
1.
Memahami sifat
dasar anak
Pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu dan suka
berimajinasi yang merupakan modal dasar bagi perkembangan sikap/berpikir kritis dan kreatif.
2.
Mengenal
perbedaan setiap anak
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang
bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM perbedaan
individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran.
Karena itu semua anak dalam kelas tidak harus selalu mengerjakan kegiatan yang
sama melainkan bisa berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang
memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu teman yangnya yang
lemah (tutor sebaya).
3.
Memahami anak
sebagai mahluk social
Anak sejak kecil secara alami cenderung melibatkan
diri dengan anak lain dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam
pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak
dapat bekerja berpasangan atau berkelompok. Duduk dengan berkelompok dapat
memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran.
4.
Mengembangkan
kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah.
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah.
Ketrampilan pemecahan masalah diperlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
Kedua kemampuan tersebut berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang
keduanya ada pada diri anak sejak lahir.
Guru mempunyai tugas untuk mengembangkannya antara lain dengan sesering mungkin
memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang
dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …. Akan lebih baik dari pada
dimulai dengan kata Apa, berapa, kapan yang unmumnya tertutup atau jawaban
betul hanya satu).
5.
Mengembangkan
ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menyenangkan.
Dalam kelas yang menerapkan PAKEM anak-anak banhyak
belajar melalui bekerja dan berbuat sehingga banyak menghasilkan produk. Hasil
pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk membuat kelas lebih hidup dan
menarik.
6.
Memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar.
Lingkungan
fisik dan social budaya merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan
belajar anak. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah ketrampilan
seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan,
mengklasifikan, membuat gambar dan lain-lain.
Contoh
tabel kegiatan belajar mengajar dengan PAKEM :
KEGIATAN GURU
|
KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
|
1. Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan
dan berpikir aktif dalam pembelajaran
|
Guru
melaksanakan KBM
·
Percobaaan
·
Diskusi
·
Memecahkan masalah
·
Mencari informasi
·
Menulis
laporan/cerita/puisi
·
Berkunjung keluar kelas
·
Bermain peran
|
2. Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam
|
Sesuai mata
pelajaran guru dapat menggunkan :
·
Alat yang tersedia atau
dibuat sendiri
·
Gambar
·
Studi kasus
·
Nara sumber
·
Lingkungan
|
3. guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ketrampilan
|
Siswa :
·
melakukan percobaan,
pengamatan atau wawancara
·
mengumpulkan
data/jawabandan mengolahnya sendiri
·
menarik kesimpulan
·
memecahkan masalah atau
mencari rumus sendiri
·
menulis laporan/ hasil
karya lain dengan kata-kata sendiri
|
4. guru member kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya
sendiri secara lisan atau tulisan
|
Melalui :
·
diskusi
·
lebih banyak pertanyaan
terbuka
·
hasil karya yang merupakan
pemikiran anak sendiri
|
5. guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa
|
·
siswa dikelompokkan sesuai
dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
·
bahan pelajaran
disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.
·
Tugas perbaikan dan
pengayaan diberikan
|
6. Guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari
|
·
Siswa menceritakan atau
memanfaatkan pengalamannya sendiri
·
Siswa menerapkan hal yang
dipelajari dalam kegiatan sehari hari
|
7.
Guru
menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus
|
·
Guru
memantau kerja siswa
·
Guru
memberikan umpan balik
|
B. CONTEKSTUAL TECHING AND LEARNING (CTL)
Sebagai
mata pelajaran yang memiliki karakteristik mengedepankan pada kebutuhan sosial dan psikis kejiwaan
manusia, maka pembelajaran Kewirausahaan idealnya juga menggunakan pendekatan
humanis. Yaitu pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai manusia seutuhnya
yang terdiri dari jiwa dan raga. Tujuannya agar proses pembelajaran sekaligus
menjadi wahana untuk menghargai manusia secara humanis, karena di dalam berwirausaha
nantinya mereka akan berhadapan langsung dengan orang lain sebagai mitra
kerjanya.
Pendekatan
humanis merupakan metode yang mampu memenuhi kebutuhan siswa sebagai manusia.
Kebutuhan manusia, menurut Maslow (1980) terdiri dari 5 macam kebutuhan yang
dapat diidentifikasi dalam kebutuhan belajar di sekolah yaitu:
1.
Kebutuhan phisik atau
need of physiology, yaitu kebutuhan akan tersedianya sarana-prasarana
belajar yang lengkap dan nyaman;
2.
Kebutuhan keamanan atau
need of safety, yaitu kebutuhan rasa aman dalam belajar yang bebas dari intimidasi
dan tekanan/ancaman,
3.
Kebutuhan Cinta kasih need
of love and belonging, yaitu perhatian
dan perlakuan yang adil dari guru,
4.
Kebutuhan harga diri atau
Need of esteem, yaitu kebutuhan untuk memperoleh pujian dan penghargaan
atas pendapatnya yang bagus,
5.
Kebutuhan aktualisasi
diri, atau need of actualization yaitu kebutuhan untuk memperoleh
kesempatan tampil partisipatif di kelas untuk menyampaikan pendapat dan
pemikirannya.
Nampaknya,
pendekatan yang mampu memenuhi kebutuhan manusia secara manusiawi dalam proses
pembelajaran kewirausahaan adalah pendekatan CTL (Contxtual Teaching and
Learning).
Pendekatan
CTL.
Pendekatan proses belajar mengajar
kewirausahaan yang mampu memberikan kepuasan kepada siswa sesuai kebutuhannya
sehingga pengalaman itu dapat diaplikasikan dalamdunia kerja adalah pendekatan
CTL. Pendekatan CTL adalah pendekatan pembelajaran di mana guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, dan mendorong siswa
untuk mampu menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka
sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil
pembelajaran diharapkan menjadi lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan bekerja dan mengalami, dan bukan
sekedar transfer pengetahuan dariguru ke siswa. Dalam pendekatan CTL tersebut
pembelajaran lebih mementingkan proses daripada hasil. Pada konteks itu, siswa
perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan
bagaimana cara mencapainya. Mereka menyadari benar bahwa apa yang mereka
pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu siswa memposisika garah dan
pembimbing.
Dalam
kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan
belajarnya.Guru lebih banyak bertugas sebagai pembimbing dari pada pemberi
informasi. Suatupengetahuan dan keterampilan datang dari hasil menemukan
sendiri bukan dari apa kata guru. Pendekatan kontekstual seperti itu
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan
bermakna.
Alasan
pendekatan CTL dipilih sebagai strategi Pembelajaran.
Pendekatan
CTL dipilih untuk pembelajaran Kewirausahaan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Diperlukan sebuah pendekatan yang
lebih memberdayakan siswa. Sejauh ini pembelajaran kewirausahaan masih
didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan perangkat
fakta-fakta yang harus dihapal. Kelas masih didominasi oleh guru sebagai sumber
utama pengetahuan dan ceramah menjadi pilihan utama metode pembelajaran. Oleh
karena itu diperlukan strategi pembelajaran baru yang lebih memberdayakan
siswa.
b.
Diperlukan sebuah pendekatan belajar konstruktivistik. Pengetahuan bukanlah
fakta dan konsep yang siap diterima siswa, tetapi sesuatu yang harus
dikonstruksi sendiri
oleh siswa.Guru tidak
mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta tetapi siswa diharapkan belajar melalui
“mengalami” sendiri.
III. PENUTUP
3.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah
diuraikan di atas maka dapat di simpulkan sebagai berikut:
1.
Pendidikan
kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik),
sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai
wirausaha
2. pendidikan
kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek yaitu:
a.
Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
b.
Pendidikan
Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
c.
Pendidikan
Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
d.
Perubahan
Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
e.
Pengintegrasian
Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar
f.
Pengintegrasian
Pendidikan Kewirausahaan melalui Kultur Sekolah
g.
Pengintegrasian
Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
h.
Alternative model pelaksanaan pembelajaran
kewirausahaan yang efektif yaitu Penndekatan Pakem dan CTL
A.
Saran
a. Setiap guru
dalam pembelajaran hendaknya dapat membelajarkan pendidikan kewira
usahaan
b. Hendaknya guru tidak hanya membelajarkan konsep keilmuan
semata
c. Hendaknya guru dapat menggunakan berbagai
model kooperatif dalam pembelajaran nya
d. Hendaknya guru selalu berinovasi dalam
pembelajarannya
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Hanafi,
Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Penerbit Usaha Nasional, 1987.
Ahmad Sanusi,
Menelaah Potensi Perguruan Tinggi untuk Membina Program Kewirausahaan
dan Mengantar
Pewirausaha Muda. Makalah Seminar. Bandung: KOPMA IKIP, 1974
Anom, Problem-based
Learning Initiative-Problem-based learning (PBL) (Southerm Illionis
University-school of
Medicine). Available from: (cited August 16,2001)
Direktorat Pembinaan
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Panduan Program Pengembangan Budaya
Kewirausahaan di Perguruan Tinggi. Dijen Dikti Depdiknas, Jakarta 2001
Proyek Mainstreaming Good
Practices in Basic education kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan
UNICEF didanai oleh European Union, Modul Pelatihan yang baik Jilid I, Jakarta 2008
Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010. Pengenbangan
Pendidikan Kewirausahaan; Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi
Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan
Karakter Bangsa. Jakarta.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar